Time Will Brought Us Together 1

TIME WILL BROUGHT US TOGETHER
© Elsa Mardian & Song HaneulPublish by Sifany Island

image

Time Will Brought us Together
PART 1by Song Haneul

“Begitu banyak waktu yang terlewat tanpa kebersamaan kita. Melupakanmu adalah hal tersulit. Siapa yang tahu takdir seseorang. Seberapa kuat kita melawan waktu untuk saling menjauh. Takdirlah yang menentukan akhir dari kisah ini.”

Author POV

Langkah kaki seorang gadis yang berjalan dengan tempo cepat mengundang banyak tanya semua orang yang melihatnya. Kedua tangannya mengeratkan genggamannya kepada sebuah map berwarna cokelat yang berada di dekapannya. Tak di hiraukannya orang-orang yang memandang heran ke arahnya, bahkan gadis yang berpakaian kepolisian tersebut mengacuhkan salam dari orang-orang yang mengenalnya. Kedua bola matanya yang bulat sudah mulai di penuhi cairan bening yang siap tumpah dari tempatnya tersebut. Bibir tipisnya pun terkulum karena bergetar menahan perasaan yang menghimpit jantungnya.

Cleck

Tangannya membuka dan menutup kembali sebuah pintu berwarna cokelat itu dengan cepat, lalu dengan napas yang memburu tubuhnya bersandar pada pintu yang baru saja di tutupnya. Ruangan itu sepi karena tidak ada orang lain selain gadis itu.

Jarum jam telah menunjukkan pada pukul 12.10, menandakan waktunya jam makan siang. Yang berarti, semua orang yang awalnya disibukkan dengan pekerjaan mereka sejak pagi tadi, kini tengah menikmati waktu istirahatnya di kantin kantor kepolisian tempat gadis itu bekerja sebagai seorang detektif.

Berbeda dengan orang lain yang menghabiskan waktunya untuk beristirahat dan merilekskan tubuh mereka dari kegiatan panjang di hari senin ini, gadis itu justru berlari dengan cepat saat sebuah panggilan telepon dari salah satu rekannya, memberitahu kepada dirinya bahwa ia telah menemukan data seseorang yang di carinya. Tanpa pikir panjang, tubuhnya yang baru saja ia dudukkan di kursi kerjanya selepas ia bekerja di luar ruangan langsung bergegas menuju tempat rekannya berada untuk mengambil bukti yang disebutkan oleh rekannya itu. Dengan napas yang masih memburu ia memaksa rekannya segera memberinya data yang ditemukan. Dan sekarang, dengan jantung yang masih berdetak dengan cepat ia menggenggam erat data-data itu, seakan takut jika ia lengah sedikit saja maka apa yang ada didepan matanya kini akan hilang.

Dengan tenaga yang masih tersisa setelah menemui rekannya, gadis cantik itu menetralkan kembali detak jantungnya yang berdegup dengan cepat. Mata gadis itu sendiri sudah terpejam sejak ia menyandarkan tubuh tingginya yang kurus itu pada dahan pintu ruangan, tanpa disadarinya membuat cairan bening yang tertahan di kedua bolanya sejak tadi terurai melalui pipi tirusnya. Dan meskipun pun air matanya mengalir membasahi wajah tirusnya. Sudut-sudut bibirnya terangkat dan menghembuskan napas kelegaannya.

Gadis itu kembali menatap sebuah map cokelat yang dipegangnya—setelah kedua matanya terbuka kembali dengan sempurna. Terlihat tanda-tanda cengkraman yang kuat pada kertas cokelat itu. Membuktikan betapa kuatnya gadis cantik yang menguncir rambutnya dengan satu ikatan simpul kebelakang itu menggenggam map yang terlihat lusuh hingga bentuknya tak semulus saat ia menerimanya tadi.

Eonni… aku menemukanmu,” suaranya serak dan terdengar lirih. Matanya menelusuri tulisan yang tercetak pada kertas putih yang baru saja di keluarkannya dari dalam map cokelat itu. Mulutnya terbuka lalu tertutup kembali saat dilihatnya kembali data-data yang ditemukannya untuk menemui orang yang dicarinya selama ini tercetak jelas pada kertas itu. “Aku pasti akan membawamu kembali kepada Oppa. Pasti! Aku akan memperbaiki semuanya.”

Terdapat keyakinan yang besar saat bibir tipisnya mengucapkan kalimat yang baru saja ia keluarkan. Dan itu terdengar tidak bisa dibantah lagi.

Matanya kembali terpejam dan kepalanya bersandar pada pintu yang ada dibelakang tubuhnya. Deruan napasnya masih saja memburu begitu pula detak jantungnya yang justru semakin berdegup dengan cepat. Tak henti-hentinya dalam hati, gadis cantik itu mengucapkan syukur dan rasa terima kasihnya pada Tuhan yang telah membantunya.

Kini bayangan masa kelam itu kembali berputar di dalam kepalanya. Kenangan lima tahun yang lalu, kenangan pahit—bukan tentang gadis itu sebenarnya—melainkan orang yang begitu disayanginya, begitu ia rindukan. Sosok yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Sosok yang membuatnya semangat. Terlebih, sosok ini adalah wanita yang begitu dicintai kakak laki-lakinya.

Gadis itu bahkan masih mengingat dengan jelas, bagaimana wanita yang dicintai kakak laki-lakinya itu tersenyum, tertawa dan selalu memberinya semangat disaat semua orang justru meragukan kemampuannya. Gadis itu bahkan mengingat dengan jelas bagaimana wanita itu menangis tersakiti atas tindakan seseorang yang begitu dikenalnya. Seseorang yang tak lagi namanya sering ia sebut, bahkan untuk melihat wajahnya saja gadis itu sudah sangat muak. Mengingat betapa kejamnya orang itu memisahkan kakak laki-lakinya dengan wanita yang dicintainya.

Tak ingin berlama-lama larut dalam kenangan yang telah berlalu dan meninggalkan luka yang dalam hingga saat ini. Gadis itu membuka kedua matanya yang memerah. Kedua matanya sembab karena menangis haru karena kabar menyenangkan ini dan juga karena kenangan yang selalu saja membuat dadanya sesak. Gadis itu menatap lurus ke arah depannya, matanya kembali menerawang. Kembali membayangkan kejadian lima tahun yang lalu, saat di mana ia tak mampu melakukan apapun untuk menolong seseorang yang tersakiti di depan matanya.

Setelah lima tahun berlalu, setelah ia cukup bersabar menanti waktu yang tepat untuk membongkar semua kejahatan yang tertutup rapat. Kini hatinya memutuskan, sekarang adalah saatnya ia harus bergerak. Gadis itu tidak ingin melihat orang yang disayanginya terus menderita.

Ia bukan lagi gadis lugu yang hanya bersembunyi dibalik dinding kamarnya saat melihat orang lain tersakiti. Bukan seorang gadis polos yang menutupi kedua mata indahnya dengan kaca mata tebalnya. Tidak ada lagi seorang gadis yang hanya mengangguk patuh, ketika sang ibu memerintahnya untuk tutup mulut. Sekarang ini, ia telah mengubur sendiri sosok lemah itu. Yang telah tergantikan dengan sosok yang melekat di dirinya saat ini. Sosok wanita berdarah dingin. Sosok yang siap membunuh siapapun yang tega menyakiti orang-orang yang di sayanginya. Gadis itu bahkan bersumpah pada dirinya sendiri. Ia yang akan turun tangan jika orang itu—orang yang menyakiti kakak laki-lakinya dan sang kekasih—menyakiti mereka lagi.

Jari-jari lentiknya, menari diatas layar touchscreen ponsel putihnya. Mencoba menghubungi seseorang yang memang pantas mengetahui berita ini dari mulutnya. Matanya mendelik tajam pada ponsel kesayangannya tersebut, saat mendengar suara wanita yang merupakan operator provider, yang mengatakan bahwa nomer yang ditujunya tengah sibuk. Namun ia tak gentar, dicobanya kembali menghubungi nomer yang sama. Ketiga, keempat. Sampai akhirnya pada panggil kelima, suara laki-laki yang ditunggunya sejak tadi menjawab panggilannya.

Oppa!

“Ya.” Gadis itu tertegun sesaat ketika mendengar suara kakak laki-lakinya yang terdengar lirih dan dingin di telinganya. Tangan sang gadis yang masih menggenggam map cokelat dengan sebuah kertas putih yang belum dimasukkan kembali ke dalamnya, terkepal erat disamping tubuhnya. Membuat kertas itu semakin terlihat tak beraturan bentuknya.

“Aku menemukannya Oppa. Eonnie… aku menemukannya—” gadis itu tak mampu berkata-kata lagi, air matanya kembali mengalir. Membayangkan ekspresi sang kakak yang terkejut ketika mendengar ini. Membayangkan senyum itu kembali terbit dari wajah tampannya. Membuatnya merasakan haru yang meluap semakin lebar pada permukaan hatinya.

Sesuatu yang selama ini ia impikan. Sesuatu yang membuatnya begitu ingin menyelesaikan masalah ini. Adalah melihat kembali kehidupan pada sosok kakak laki-lakinya tersebut.

Gadis itu memahaminya, sejauh ia mengenal kakaknya itu. Ia sangat tahu reaksi apa yang kini ada pada diri kakaknya tersebut. Sosok yang dihubunginya terdiam, tidak ada suara apapun. Bahkan deru napas laki-laki itu seakan terhenti. Dan gadis itu sangat meyakini, laki-laki yang dipanggilnya Oppa itu tengah berusaha mencerna omongannya. Berusaha meyakini, ini bukanlah mimpi indah semata, yang hanya sekedar untuk membangunkannya dari semua mimpi-mimpi buruknya selama ini.

Alih-alih membiarkan Oppa-nya tetap terdiam, gadis itu melanjutkan ucapannya yang membuat senyum kelegaan di wajah laki-laki tampan tersebut muncul—setelah lima tahun lamanya menghilang dan tergantikan wajah dingin dan angkuh.

Eonni, berada di Ilsan. Aku telah mendapatkan semua datanya. Dia telah mengganti indetitasnya, sehingga kita tidak bisa menemukannya selama ini. Oppa, akan kembali, ‘kan? Tidak, Oppa memang harus kembali, harus! Bawa kembali Eonni ke tengah-tengah kita. Dan perbaiki kesalahanmu Oppa. Kau harus mendengar kebenarannya dari mulut Eonni sendiri.

Cukup lama laki-laki itu untuk menjawab ucapan sang adik. Bibir tipis laki-laki itu tak mampu bergerak. Semua organ tubuhnya membeku seketika. Membayangkan wajah wanita yang dicintainya. Sosok yang dirindukannya. Seseorang yang membuatnya terluka selama lima tahun lamanya. Bukan. Sebenarnya bukan sepenuhnya salah wanita itu. Namun kepergian wanita itu telah menaruh lubang besar pada hatinya. Kepergiannya membuat hidupnya hampa dan tak bernyawa. Bukan tanpa alasan sang kekasih meninggalkannya, mengingat berapa banyak luka yang ia tanam dalam hati wanita cantik yang masih sangat ia cintai itu.

Dengan tarikan napas yang dipaksanya, karena ia sendiri merasakan sesak di dadanya ketika membayangkan lagi dan lagi wajah yang memenuhi hidupnya selama kurang lebih lima tahun ini—yang membuatnya hampir gila karena itu hanya berupa bayangan wanita yang di kasihinya tersebut. Dan ketika mendengar berita yang di sampaikan adiknya beberapa detik yang lalu, membuat kelegaan yang luar biasa dalam, yang selama ini menghilang dari kehidupannya. Laki-laki itu menganggukan kepalanya. Namun cepat tersadar, bahwa sang adik tak bisa melihat persetujuannya. Untuk pertama kalinya, setelah lima tahun berlalu, sang adik mendengar kembali suara lembut yang dirindukannya keluar dari bibir kakak laki-laki yang dicintainya itu. Membuat sang gadis menghela napas lega.

Oppa akan kembali Yoona-ya. Pasti!”

 TWUBT

Author POV
“Mi Young-ssi!”
Wanita yang dipanggil namanya tersebut menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya seorang laki-laki berkulit putih pucat dengan rambut kecokelatannya yang dibiarkan berantakan itu namun tetap membuatnya terlihat tampan. Mi Young berdiri dari posisinya yang sedang berjongkok, lalu membersihkan kedua tangannya pada sebuah lap putih yang dibawanya.
“Ya, Kyuhyun-sii! Ada apa?” tanya Mi Young sambil melangkah maju menuju tempat Kyuhyun yang kini tengah bersedekap dan bersandar pada dinding rumahnya.
Kyuhyun menggeleng pelan, matanya menatap tajam ke arah Mi Young yang berdiri tak jauh darinya. “Bukankah ini sudah waktunya kau menjemput Juno?” tanya Kyuhyun langsung.
“Kau benar.” Jawab Mi Young enteng.
“Lalu, kenapa kau masih disini Mi Young-ssi? Apa kau tidak menjemputnya? Biasanya kau menjemputnya dan membawa Juno kesini.”
Mi Young tersenyum geli melihat Kyuhun menggerutu, dengan berbagai pertanyaan yang diucapkannya dengan sekali tarikan napas. Mi Young hanya menggelengkan kepalanya pelan.
Yah! Kenapa kau tertawa?” tanya Kyuhyun heran, ia berjalan mendekati Mi Young lalu menjitak kepala Mi Young pelan. Membuat Mi Young meringis kesakitan dan mengelus kepalanya.
“Aku tidak tertawa! Dan kenapa kau menjitakku?” tanya Mi Young sambil memperlihatkan wajah cemberutnya.
“Salah sendiri kenapa kau malah tertawa. Aku bertanya untuk dijawab bukan untuk ditertawakan.” Ujar Kyuhyun kesal.
Aish,” Mi Young menatap Kyuhyun sebal lalu melanjutkan ucapannya yang sempat terhenti, “Appa yang menjemput Juno. Jadi hari ini Juno akan bersama Appa.”
“Apa katamu?”
Mi Young menjauhkan wajahnya saat Kyuhyun berteriak di depan mukanya. Melihat itu, Mi Young hanya memberi senyum kecil. Dan membuat Kyuhyun berdecak kesal karena rencananya hari ini bersama Juno gagal. Ia mengacak kembali rambutnya, membuatnya semakin berantakan. Dengan wajah datarnya ia memandang sengit ke arah Mi Young yang hanya melihat kelakuannya dengan tatapan polos.
“Kenapa kau tidak bilang? Padahal aku sudah menyiapkan kaset terbaru untuk bertanding game dengan Juno.” Ucap Kyuhyun geram.
Yah, Kyuhyun-ssi! Jangan ajarkan anakku yang tidak-tidak.”
“Apa maksudmu yang tidak-tidak?” tanya Kyuhyun tak terima.
“Ya, gara-gara kau sering mengajaknya bermain game. Juno selalu sibuk dengan game-nya dirumah dan tak pernah mendengarkan ucapanku.”
Kyuhyun tertawa dengan nada puasnya, meletakkan kedua tangannya pada pinggangnya, yang membuatnya semakin terlihat seperti jelmaan iblis ketika berhasil menghasut manusia berbuat kejahatan. Dan tentu saja, perilakunya tersebut mendapat hadiah death glear dari Mi Young. “Emmpphh, maaf.” Kyuhyun berusaha menahan tawanya ketika ia menyadari Mi Young menatapnya dengan kesal.
“Sudahlah, aku ingin melanjutkan pekerjaanku lagi.”
“Tunggu dulu, Mi Young-ssi!” Mi Young menahan langkahnya ketika lengannya ditahan oleh Kyuhyun.
“Apa lagi?” tanya Mi Young malas.
Kyuhyun menyerigai lalu melepaskan pegangannya pada lengan Mi Young. “Bolehkah aku main ke rumahmu? Aku ingin bermain dengan Juno, sudah lama kami tak bertemu.”
Mi Young membuka mulutnya dengan tatapan tak percaya melihat Kyuhyun memohon padanya dengan mata puppy eyes-nya. Yang menurut Tiffany tidak pantas untuk wajah Kyuhyun yang seperti iblis itu. Padahal, jelas-jelas baru saja laki-laki itu mengeluarkan seringai iblisnya namun sekarang, ia justru bertindak seperti anjing tersesat yang membutuhkan perlindungan. Mi Young menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan tingkah laku anak majikannya itu.
“Bukankah kemarin kalian baru saja bertemu? Jadi tidak utuk permintaanmu!” Mi Young melangkah kembali menjauhi Kyuhyun untuk melanjutkan pekerjaannya menanam bunga-bunga kesukaan Ny. Cho—ibu dari Kyuhyun.
“Ayolah Mi Young-ssi, aku bosan sekali hari ini. Jadi aku mohon, izinkan aku mengajak Juno bermain, ya?” Kyuhyun mengekor di belakang tubung mungil Mi Young, sambil memasang wajah melasnya berharap Mi Young mengizinkannya bertemu Juno. Dan tentu saja usahanya itu gagal total.
“Tidak bisa Kyuhyun-ssi, Appa ingin bersama Juno hari ini karena sudah hampir sebulan ini beliau berlayar dan tak bertemu Juno. Appa juga begitu merindukan Juno.” Jawab Mi Young sambil berjalan menuju tempatnya semula, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Kyuhyun yang memandang sendu punggung Mi Young. Kedua bahunya merosot, saat mendengar jawaban Mi Young dan membuatnya menghela napas kasar.
Kyuhun mendesah kecewa atas penolakan Mi Young. Dengan wajah yang tak ikhlas ia akhirnya berusaha untuk memahaminya.
“Baiklah. Masih ada waktu lainnya, hari ini aku akan bermain sendiri. Puas?” Kyuhyun berkata sambil meninggalkan Mi Young yang kini kembali sibuk menanamkan bunga Tulip pada sebuah pot yang telah disiapkannya.
Mi Young menoleh, dan melihat Kyuhyun yang sudah berjalan memasuki rumah dengan cepat. Melihat Kyuhyun yang terus menggerutu, membuat wanita cantik yang memiliki eye smile itu tertawa ringan dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tahu, Kyuhyun pasti sangat kesal padanya. Biasanya Juno selalu menemani Kyuhyun sehabis ia pulang dari sekolahnya. Mereka berdua memang dekat satu sama lain. Dan Mi Young merasa senang karena Kyuhyun yang sebenarnya anak dari majikannya, begitu menyayangi Juno. Dan menganggap Juno seperti keponakannya sendiri.
Setiap kali mengingat bagaimana keduanya berinteraksi, senyum wanita itu tak pernah berhenti untuk pudar. Melihat Juno yang begitu senang ketika Kyuhyun mengajaknya bermain game-game terbaru milik laki-laki itu. Membuat Mi Young sangat berterima kasih kepada Kyuhyun yang selalu menjaga Juno di saat ia sibuk mengurus tanaman-tanaman Ny. Cho yang berada di halaman belakang kediaman keluarga Cho.
Kini, dengan telaten Mi Young menanam bunga-bunga yang akan dipindahkan ke dalam pot itu. Wajah cantiknya terlihat berseri walau ada sirat kelelahan pada matanya yang teduh. Wanita itu begitu menikmati pekerjaannya, ia yang sebenarnya adalah seseorang yang begitu menyukai bunga. Sangat antusias ketika, Ny. Cho, menawarkan sebuah pekerjaan yang kini tengah dilakukannya. Menanam dan merawat taman kecil milik Ny. Cho, membuat wanita itu tak sepenuhnya merasakan dirinya bekerja, namun ia juga merasa tengah bermain-main dengan bunga-bunga cantik milik Ny. Cho yang kini dirawatnya.
Saat tengah asik dengan pekerjaanya. Gerakan tangan lentiknya terhenti ketika mata indahnya menangkap sebuah bunga yang menyerupai bintang. Dengan perlahan tangannya terulur untuk mengambil bunga itu, diciumnya bunga berwarna merah yang tengah-tengahnya memiliki warna kuning tersebut.
‘Harum.’ Batinnya, senyumnya begitu lirih saat hatinya mengguman satu kata yang membuatnya terenyuh.
Seperti merasakan sebuah kenangan yang menyeruak dalam relung hatinya. Matanya indahnya kini menerawang jauh kepada bunga itu. Mengingat kembali kenangannya tentang bunga yang mempesona itu. Bunga yang di kenal sebagai simbol pesona cinta dan simbol kesabaran, startwort, Michaelmas daisy atau bunga beku.
“Kau terlihat menyukai bunga itu Mi Young.”

 TWUBT

Mi Young POV
Aku mengenal suara itu, dengan memberikan senyum terbaikku. Aku bangkit dari posisiku semula. Lalu membungkukkan badanku, ketika melihat sosok wanita paruh baya yang tengah memegang sebuah kamera yang katanya adalah barang kesayangannya itu.
Annyeonghaseyo, Nyonya.”
Aigooo, Jangan terlalu formal padaku Mi Young.” suaranya begitu lembut dan menenangkan. Yang membuatku terkadang berpikir, bagaimana mungkin wanita sebaik Ny. Cho melahirkan putra seperti Cho Kyuhyun.
“Jadi kau benar-benar menyukai bunga Aster itu Mi Young?” kulihat Ny. Cho menyerigai sambil menunjuk bunga yang baru saja kupegang tadi dengan kepalanya. Ah, ini dia letak kemiripan ibu dan anaknya Cho Kyuhyun, mereka sama-sama mempunyai senyum licik itu. Ny. Cho ternyata menyimpan bibit itu. Aku tertawa dalam hati, dan menjawab pertanyaan Ny. Cho.
“Tidak, Nyonya. Aku hanya iseng saja tadi.”
“Jangan berbohong padaku Mi Young. Aku tahu wajah seperti apa orang yang benar-benar menyukai bunga dengan orang yang tidak benar-benar menyukai bunga.”
Aku tertunduk malu, selalu saja seperti ini. Ny. Cho memang orang yang tidak bisa dibohongi dan dibantah omongannya. Apapun perkataannya selalu dibuatnya menjadi ketetapan. Dan terkadang aku sedikit kelimpungan dengan sifatnya yang satu ini. Untuk kesekian kalinya aku harus mengakui. Sifat ini sama persis dengan sifat Kyuhyun.
“Tidak perlu sungkan seperti itu Mi Young. Bukankah aku sudah bilang, anggap aku seperti Eomma-mu sendiri. Kau sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Jadi jangan selalu bersikap tidak enak padaku.”
Aku menengadahkan wajahku, menatap penuh haru wajah Ny. Cho yang masih terlihat muda dan segar di usianya yang tak lagi muda.
“Terima kasih, Nyonya.”
“Sstt, sudah berapa kali aku bilang. Jangan panggil aku seperti itu. Panggil aku Eomma, Mi Young.” Aku menggigit bibir bawahku. Perintah Ny. Cho, membuatku sedikit bingung. Bagaimana mungkin aku memanggilnya seperti itu.
“Kau lupa. Aku ini sahabat Eomma-mu, Mi Young.”
Aku menatap kembali kedua manik mata Ny. Cho yang begitu menyejukkan, dan tersenyum lirih. “Aku rasa itu tidak pantas jika ada orang lain yang mendengarnya. Aku tidak ingin orang-orang berpikir yang tidak-tidak kepada Anda dan keluarga Anda.”
“Siapa yang peduli? Aku tak butuh pendapat mereka.” Ucap Ny. Cho enteng, aku hanya menatap tak percaya. Menggeleng pelan, menyadarkan pikiranku lagi.
“Tapi Nyo-”
“Pokoknya aku tidak menerima penolakan, aku ingin kau memanggilku Eomonim. Seperti Ara dan Kyuhyun memanggilku. Kau mengerti?”
Aku bingung. Aku tahu mereka adalah keluarga yang baik. Karena sudah hampir 5 tahun ini aku bekerja ditempat ini—walau sejak kecil sebenarnya aku sudah mengenal keluarga ini, Ny. Cho adalah sahabat baik eomma dan aku kerap kali berkunjung ke kediaman keluarga Cho dulu.
Aku menatap kembali Ny. Cho yang menantiku penuh harap. Ini sudah kesekian kalinya Ny. Cho memintaku memanggilnya eomma, tapi aku selalu bisa menolaknya dengan halus. Bukannya aku tidak mau, tapi aku tak ingin orang-orang semakin membicarakan hubunganku dengan keluarga Cho—yang menurut mereka lebih dari seorang pekerja.
Sebenarnya, tidak salah jika mereka berpikir seperti itu, Kyuhyun selalu bermain dengan Juno. Dan keluarga ini, menganggap Juno seperti bagian dari keluarga mereka. Terkadang aku jadi tak enak hati, karena sering membawa Juno ke rumah ini. Tapi aku tidak punya pilihan lain, aku juga tidak mungkin meninggalkan Juno sendiri dirumah tanpa pengawasan. Anak itu masih terlalu kecil untuk aku tinggalkan, Yah, walau harus kuakui Juno termasuk anak yang pintar di usianya yang masih menginjak 5 tahun.
Lalu, apa yang harus aku lakukan?
“Jadi, bagaimana Mi Young?” aku tersentak dari lamunanku. Dengan ragu aku menganggukan kepalaku karena merasa tak enak terus ditatap seperti terdakwa oleh Ny. Cho.  Aku dengar Nyonya Cho menjerit histeris melihat persetujuanku. Apa harus sesenang itu?
Eomonim. Apa aku bisa melanjutkan pekerjaanku sekarang?”
Ny. Cho terdiam sesaat, terlihat berusaha untuk kembali bersikap wajar. Aku tersenyum kecil, melihat Ny. Cho yang seperti itu, kembali mengingatkanku akan sifat Kyuhyun yang juga terkadang terlihat kekanak-kanakan.
“Oh, tentu saja, silahkan! Aku akan kembali ke dalam. Oh ya, kalau kau mau bunga Aster itu, bawalah dan tanam bunga itu di halaman rumahmu. Itu akan sangat terlihat indah dan cantik, seperti dirimu.” Aku ternyum manis, saat tangan lembut Ny. Cho mengelus lembut pipiku. Perasaan ini kembali lagi, saat dimana rinduku kepada Eomma kembali menyeruak. Aku mengangguk dan tak berani menatap Ny. Cho, yang kini sudah melangkah pergi meninggalkanku yang menahan tangis.
Eomma, aku merindukanmu. ” Ucapku lirih. Aku tidak tahu kenapa perasaan ini sering kali muncul saat aku bersama Ny. Cho. Mungkin karena sudah terlalu lama aku ditinggal Eomma yang telah meninggal sejak usiaku 7 tahun. Dan sosok Ny. Cho begitu mirip dengan Eomma yang lembut dan perhatian.
Aku menghapus air mataku yang tiba-tiba mengalir melalui wajahku. Lalu kembali melanjutkan pekerjaanku. Aku menghembuskan napas kasar ketika melihat bunga Aster itu lagi. Rasa sesak seketika kurasakan didadaku, membuatku harus menahan gejolak yang tiba-tiba menghimpit ingatanku. Aku gelengkan kepalaku, berusaha menetralkan kembali perasaanku.

 TWUBT

Author POV
“Aku pulang!” Seru Mi Young pelan, lalu masuk ke dalam rumahnya dengan membawa sebuah pot yang berisikan bunga Aster merah ditangannya.
Eomma….

Tiffany tersenyum, saat dilihatnya seorang anak laki-laki kecil dengan piyama favoritnya berlari menghampirinya. Memeluk kaki Mi Young penuh kasih. Juno, anaknya yang begitu ia sayangi.

Dengan segera, Mi Young mensejajarkan tubuhnya sesuai tinggi badan Juno, lalu meletakkan bunga yang dibawanya tepat di samping tubuhnya.

Cup. “I miss you, Eomma.” Juno mencium pipi kanan Mi Young.

Cup. “I miss you more.” Ciumannya kini beralih pada pipi kirinya Mi Young.

Cup. “I miss you more and more.” Tatapan anak itu, semakin menggoda eommanya ketika bibir mungilnya mengecup kening Mi Young.

“Dan… ini untuk rindunya Appa.” Cup.

Mi Young yang sejak semula memejamkan kedua matanya—saat Juno menciumi wajahnya. Seketika saja membuka matanya, saat suara lembut sang anak mengucapkan kalimat terakhirnya dengan ciuman singkat di bibirnya.

“Kau kenapa, Eomma?” Mi Young tersadar dari lamunannya ketika tangan kecil Juno sedikit mengguncang bahu Mi Young.

Mi Young tersenyum lembut, dan mengelus rambut hitam Juno yang terlihat sedikit panjang. “Tidak apa-apa. Di mana Harabeoji?”

Appa disini Mi Young-ah.” Mendengar namanya disebut, Mi Young berdiri dari jongkoknya tadi saat sang anak menyambut kedatangannya. Lalu bergegas menuju dapur kecil rumahnya, dengan menggandeng tangan Juno.

“Appa, kenapa disini? Aku kan sudah bilang, tidak perlu menyiapkan makan malam. Biar aku saja yang menyiapkannya.” Protes Mi Young sambil berjalan menghampiri Appa-nya.

“Tidak apa-apa, Youngie-ya. Appa memang ingin membuatkan makanan spesial untuk kalian. Lagipula kau baru saja kembali bukan? Lebih baik, bersihkan dirimu. Dan segera kembali kesini untuk makan malam bersama.”

Mi Young hanya mendengus kesal, saat sang ayah, mendorong tubuh mungilnya menjauhi dapur yang kini tengah dikuasi ayahnya itu. Sedangkan Juno, yang sejak datang ke tempat itu hanya duduk menopangkan kepalanya dengan kedua tangan kecilnya. Memperhatikan sang Eomma & Harebeoji, yang berebut kekuasan dapur.

“Baiklah. Kali ini aku yang mengalah. Dan jangan harap, besok aku akan mengizinkan Appa menguasai dapurku.”

“Baiklah, putriku yang cantik.” Teriak harabeoji membalas sahutan Mi Young yang berjalan menjauhi dapur, untuk masuk ke dalam kamarnya.

“Lihatlah! Eomma-mu benar-benar pelit.” Juno dan harabeoji tertawa saat Mi Young teriak dalam kamarnya ketika Tn. Hwang mengucapkan kalimatnya kepada Juno.

Harabeoji, kenapa kau suka sekali menggoda Eomma?”

“Bukankah, itu kesukaanmu juga?”

“Kekeke. Kau benar!” Juno menjawab dengan tegas, saat Tn. Hwang membalikkan kata-katanya.

Eomma terlihat cantik saat marah.” Lanjut Juno, kini hanya tinggal satu tangannya yang menopang kepala anak itu. Dan dengan sedikit memiringkan kepalanya. Kelakuannya terlihat seperti bukan anak usia 5 tahun. Dan itu membuat Tn. Hwang menggelengkan kepalanya.

“Putriku memang cantik, karena Appa-nya tampan seperti harabeoji.” Juno mencibir sang kakek, ketika lagi-lagi penyakit narsisnya kumat. Membuat sang kakek tertawa kencang.

Appa-ku lebih tampan. Buktinya aku bisa setampan ini.”

Tawa Tn. Hwang terhenti seketika ketika ucapan polos dari Juno menghantam kesadarannya. Mata Tn. Hwang menyipit melihat Juno, yang terlihat biasa saja ketika menyebutkan kata yang bahkan belum pernah dilihatnya.

Juno yang tidak menyadari tatapan aneh dari sang kakek melanjutkan ucapan yang semakin membuat relung hati Tn. Hwang teriris dengan ucapan Juno yang terdengar tak berdosa.

“Aku yakin, Appa adalah laki-laki yang tampan dan baik. Buktinya Eomma, begitu mencintai Appa. Karena sampai saat ini Eomma tidak pernah berdekatan dengan laki-laki lain. Dan Juno percaya… Appa juga mencinta Eomma—” ucapaan Juno terhenti, seperti mempertimbangkan apa ia harus mengatakannya atau tidak. Namun dengan sedikit mengangguk-anggukan kepalanya, Juno menatap sang kakek yang masih menatap tajam ke dalam kedua mata Juno. Dengan suara lirih dan bibirnya yang gemetar Juno memberikan senyum terbaiknya pada sang kakek.

“Walau Juno tidak tahu… apa Appa mencintaiku atau tidak.”

Terdapat genangan air mata di kedua bola anak itu. Namun senyumnya tak pernah lepas dari wajah tampannya. Kedua lesung pipinya tercetak dengan jelas di wajah anak itu, membuat Tn. Hwang ingin sekali menarik anak itu ke dalam dekannya. Namun saat ia ingin melangkah, suara wanita yang begitu dikenalnya memecahkan keheningan di antara kakek dan cucu itu.

Appa, apa makanannya sudah siap? Aku lapar sekali.”

Juno dan Tn. Hwang menatap Mi Young yang tengah berjalan menghampiri mereka dengan cara berbeda. Jika Tn. Hwang menatap penuh kesedihan yang tersorot dari matanya yang kini memakai sebuah kacamata. Juno hanya menundukkan wajahnya, tersenyum lirih dengan pemikiran yang kini berada di otak cerdasnya.

“Apakah Eomma terlalu lama?” tanya Mi Young sambil mencium lembut kepala Juno yang menunduk.

“Tidak.”

Mi Young tersenyum, membalas senyum manis Juno ketika anaknya itu mengangkat kepalanya menatap Mi Young yang kini duduk disampingnya.

“Ah! Harabeoji harus cepat menyelesaikan ini. Tunggu sebentar, ya!” Juno dan Mi Young mengangguk ketika Tn. Hwang berkata. Kemudian, Tn. Hwang kembali sibuk dengan kegiatannya menyiapkan makan malam spesial untuk anak dan cucunya itu.

Eomma,” panggil Juno lirih. Membuat Mi Young menoleh, mata indahnya menatap tangan Juno yang saling berkaitan diatas meja makan.

“Ada apa Juno-ya?”

Juno memandang Mi Young dengan mata yang berkaca-kaca. Membuat jantung Mi Young berdetak tak karuan. Hatinya begitu sakit melihat tatapan terluka dari mata Juno yang begitu mirip dengan seseorang yang begitu dicintainya dulu.

“Aku… merindukan Ap-pa.”

DEG

Gerakan tangan Tn. Hwang yang tengah meletakan makanan yang dimasaknya keatas piring putih terhenti saat mendengar penuturan jujur dari cucu kesayangannya itu. Suaranya memang terdengar lirih, namun suara itu masih mampu terdengar dikedua kuping milik Mi Young dan Tn. Hwang. Mi Young merasa suaranya tercekat. Merasa tidak ada udara disekitarnya, membuat paru-parunya kosong. Seakan wanita itu hanya perlu menunggu kematian datang beberapa detik lagi. Wanita itu merasakan air matanya akan keluar dari tempatnya saat ini juga.

Alih-alih membiarkan air matanya terlihat oleh Juno. Mi Young mengalihkan pandangannya keluar jendela. Membuat Juno, menundukkan kepalanya kembali. Merasa bersalah karena membuat sang Ibu sedih.

“Maafkan aku, Eomma.” Ucap Juno lirih, lalu menggenggam tangan Mi Young.

“Makan malam spesial siap di santap!” Suara Tn. Hwang yang ceria memecahkan keheningan diantara Mi Young dan Juno. Dikedua tangannya telah tersedia dua buah piring yang diatasnya terdapat masakan yang dimasak Tn. Hwang khusus untuk anaknya Mi Young dan juga sang cucu, Juno.

“Yey, Juno kangen masakan Harabeoji. Pasti ini enak sekali, benarkan?” Juno bersorak riang saat Tn. Hwang meletakkan piringnya diatas meja yang Juno tempati.

Melihat mata Juno yang berbinar menatap hidangannya, membuat Mi Young tersenyum  lirih. Walau sesungguhnya hatinya semakin sakit melihat Juno yang langsung tersenyum ketika ayahnya memberikannya makanan kesukaan Juno. Karena sesungguhnya ia tahu bagaimana perasaan Juno saat ini.

 TWUBT

Mi Young POV

“Yey… Juno kangen masakan Harabeoji. Pasti ini enak. benarkan?”

Aku berusaha untuk tetap tersenyum melihat senyum Juno yang mengembang tatkala dilihatnya makanan kesukaannya ada diatas mejanya. Aku tahu, Juno hanya berusaha mengalihkan rasa sedihnya agar aku tidak ikut merasakannya.

Walau begitu aku tetap bisa merasakan sakit yang diranya. Aku ibunya, jelas aku sangat memahami bagaimana perasaannya saat ini. Namun aku tak mampu melakukan apapun jika itu sudah menyangkut masalah ini. Masalah yang tak pernah ingin aku buka, tak ingin aku bicarakan. Meskipun sebenarnya, Juno pantas untuk mengetahuinya.

Eomma, tidak makan?” aku tersadar dari lamunanku, saat tangan kecilnya mengusap tanganku. Senyumnya selalu membuatku merasa tenang kembali, sama seperti senyum pria itu. Pria yang selalu ditanyakan Juno, yang selalu dirindukan anakku. Bahkan diriku sendiri, dengan bodohnya merindukan pria itu.

“Ya. Eomma makan, apa Juno sudah berdoa sebelumnya?” Juno mengangguk dengan mulut yang penuh terisi makanannya. Menbuat aku dan Appa tertawa ringan.

“Makan yang benar. Jangan sampai tersedak, mengerti?” lagi-lagi Juno hanya membalasnya dengan gerakan tubuhnya. Jari telunjuk dan ibu jarinya menyatu, menyatakan persetujuannya pada ucapanku.

Saat aku mulai menyantap makananku, kulihat Appa mentap Juno begitu dalam. Ada sorot kesedihan diwajahnya yang kini mulai menua. Aku tertegun melihat mata appa yang berkaca-kaca dengan senyumnya yang begitu lirih.

Aku menggeleng pelan, saat tanpa sengaja kedua mata kami saling bersitatap.

“Akh, Harabeoji mau ke kamar mandi dulu. Kalian, lanjutkanlah makannya!” Setelah mengatakan itu, Appa meninggalkan kami berdua. Kulihat Juno menatap heran ke arah Appa, dan setelah itu menggedikan bahunya tak peduli.

“Makan yang banyak, ya!”

“Tentu saja! Eomma juga.”

Aku mengangguk, dan kami kembali terdiam. Hingga akhirnya Juno kembali bicara Membuat aku semakin bersalah.

Eomma, Juno minta maaf atas ucapan Juno tadi.”

“Tidak apa-apa.

Aku memandang lembut Juno yang terlihat sangat menyesal atas kejadian tadi. Sungguh, ini bukan kesalahan Juno. Sama sekali bukan. Dia pantas berperilaku seperti itu. Apa aku harus menyalahkan seorang anak yang merindukan ayahnya sendiri? Tentu saja tidak! Hanya ibu yang bodoh jika seperti itu. Namun pada kenyataannya aku termasuk dalam kategori ibu bodoh tersebut.

Aku tahu, semua ini salah. Semua sikap dan tindakan yang aku berikan setiap kali Juno membahas ayahnya—yang selalu menghindar dan membelokkan topik yang ada. Aku tidak ingin nama itu terdengar oleh Juno. Aku tak menginginkan Juno mengetahuinya. Bagaimana ayahnya? Seperti apa ayahnya? Dan dimana ayahnya?

Oh Tuhan. Aku sungguh berdosa. Aku tahu dan aku menyadari itu. Bolehkah aku terus egois seperti ini? Terus menyakiti anakku?

 TWUBT

Author POV

Mi Young tengah duduk dengan tenang diatas sebuah ayunan bercatkan warna putih yang bergelantung tepat di bawah sebuah pohon rindang di depan rumahnya. Sorot matanya begitu sendu dan terlihat hampa. Tangannya yang tergeletak diatas pahanya, saling mengait satu sama lain. Terkadang wanita itu menghela napas pelan. Dengan kepala yang menyandar pada untaian tali ayunan disebelah kanannya.

Air matanya tiba-tiba mengalir pelan menyusuri pipi putihnya. Bibirnya bergetar ketika ingatannya di masa lalu kembali  terputar di dalam otaknya. Hatinya hampa, namun merasakan sakit yang sama seperti 5 tahun yang lalu. Sakit yang semakin kuat menghantam jantungnya yang kini berdetak cepat saat bayang-bayang wajah pria yang dicintainya memenuhi pandangannya.

Secara perlahan tangannya terangkat mencengkram erat dada kirinya yang terasa sakit. Detaknya begitu cepat, membuat wanita itu dapat mendengarnya dengan jelas.

 TWUBT

Mi Young POV

Tuhan, kenapa rasanya masih sama. Kenapa sakit ini tidak bisa menghilang walau aku sudah berusaha untuk menghilangkannya. Kenapa aku terus seperti ini? Tidak bisakah aku merelakannya?

Aku sangat sakit setiap kali melihat wajah Juno. Wajah anak itu, kenapa begitu mirip dengannya. Kenapa harus sama persis. Itu membuatku tak bisa melupakan pria itu. Pria yang aku hindari, pria yang harus aku jauhi, pria yang tak aku inginkan ada di hidupku saat ini. Dan pria yang aku cintai dulu, bahkan hingga detik ini. Bukankah aku ini benar-benar bodoh?

Aku, bagaimana bisa mengatakan, bahwa aku ibu yang baik? Bahkan aku selalu membuat anakku sedih, membuatnya menangis diam-diam di belakangku karena merindukan ayahnya. Aku tahu, jelas sangat mengetahui apa yang kini dirasakan anakku Juno. Tapi aku harus apa? Aku tidak bisa melawan kuasa-Mu, Tuhan.

“Apa begitu sakit, Youngie?”

Aku membuka mataku secara perlahan, pandanganku kabur karena cairan bening ini menumpuk dikedua bola mataku. Aku lihat Appa berjalan perlahan ke arahku, dikedua tangannya terdapat masing-masing gelas putih yang ku yakini berisi kopi kesukaan kami berdua. White Coffee.

“Ini, minumlah! Udara begitu dingin, kenapa tak memakai mantelmu?” aku tersenyum simpul, menerima gelas yang Appa sodorkan dihadapanku. Kini dia duduk disampingku. Sama sepertiku yang duduk diatas ayunan.

Kulirik sekilas, Appa melepaskan jaket yang digunakannya. Dan menyampirkannya pada tubuhku. “Tidak apa-apa Appa. Appa pakai saja!” aku berniat mengembalikannya, namun dengan gerakan halus Appa mengembalikan posisi jaketnya pada bahuku.

Aku menatap matanya yang sudah terlihat lipatan-lipatan disekitarnya. Mata teduh Appa terlihat begitu lelah. Ya Tuhan, sudah berapa banyak aku memberikan beban pikiran pada pria tua ini. Seharusnya aku membahagiakannya bukan menambah beban di hari tuanya.

Aku terisak, kembali merasakan sesak didadaku. “Maafkan aku, Appa.” Suaraku tercekat, aku merasakan Appa kini menatapku. Aku tak mampu membalas tatapannya, aku tak ingin dia kembali melihat air mataku.

“Kenapa kau minta maaf, Youngie.” Appaku yang aku tahu, adalah pria terbaik dan terhebat yang pernah kutemui. Pria yang menjadi alasanku untuk tetap bertahan. Selamanya aku selalu tahu, bahwa dia adalah sosok ayah yang begitu lembut dan penuh kasih dalam menghadapi aku yang begitu egois.

“Kapan terakhir kali aku membanggakan, Appa?”

 TWUBT

Author POV

Pertanyaan lirih yang keluar dari mulut manis Mi Young membuat Tn. Hwang menoleh dan menatap heran ke arah putrinya tersebut. “Mi Young-ah,”

“Aku… benar-benar minta maaf padamu, Appa. Aku tahu, walau Appa tidak mengatakannya, Appa sangat kecewa atas sikapku. Berapa banyak Appa menaruh harapan untuk putrimu ini? Namun aku hanya bisa menjatuhkan semua harapan Appa, membuat Appa terluka. Maaf… Hiks, apa yang harus aku lakukan? Aku ingin hidup seperti lainnya, ingin membahagiakanmu dan Juno. Apalah arti hidupku tanpa kalian berdua. Kalian memberiku warna, membuatku bangkit dari keterpurukanku. Disaat semua orang meninggalkanku, Appa mengulurkan tanganmu padaku, merangkulku, memapah jalanku untuk tetap melewati semua ini. Saat di mana aku seharusnya, melihat Appa sudah harus terduduk, mengistirahatkan tubuhmu yang kian melemah termakan usia. Aku justru membuatmu terus berdiri tegap disampingku. Melindungiku, memelukku. Appa, tahukah engkau. Walau dulu aku harus hidup hanya dengan memilki seorang ayah. Tapi, aku tidak pernah merasa sedih dan menangis diam-diam. Karena aku memilikimu, seseorang yang selalu memberikan kehangatannya. Memberiku perlindungan yang selalu membuatku tertawa dan tersenyum dengan tulus. Kau berhasil Appa, dan Appa memenuhi janjimu pada Eomma untuk menjagaku dengan baik. Tapi, aku gagal. Sekali lagi aku gagal dalam hidupku.”

Mi Young terisak, napasnya tercekat sejak mengatakan isi hatinya, kepalanya terus tertunduk. Tn. Hwang sendiri hanya mampu terdiam, membiarkan putrinya mencurahkan semua beban yang ditanggungnya. Membiarkan dia merasakan sakit yang dirasakan anak satu-satunya itu. Anak yang dilahirkan dari rahim seorang wanita yang begitu dicintainya. Tanpa disadari oleh Mi Young, air mata Tn. Hwang pun sudah mengalir tatkala mendengar suara lirihnya.

“Aku mencintanya, mencintai pria itu. Aku menentang Appa, untuk tetap berada disamping pria yang mengaku mencintaiku itu. Aku memilih menggenggam tangannya yang kokoh dan menolak rangkulanmu dulu. Karena cinta, aku korbankan semuanya. Tapi Appa, sungguh aku tak menyesali itu. Mengingat itu, walau sakit… tapi aku bersyukur. Setidaknya, Tuhan memberiku obat penenang dengan adanya Juno dikehidupanku. Saat itu, walau berat meninggalkan pria itu. Aku masih memiliki Appa, yang dengan lapang dada memaafkanku dan masih mau merangkulku. Saat itu, ketika aku kehilangan sosoknya yang menghangatkanku. Juno menggantikannya dengan kehangatannya yang sama. Aku melihat senyumnya saat Juno tersenyum lembut padaku. Aku merasakan detak jantungnya, saat Juno mendekapku. Aku… Appa,”

Tn. Hwang menatap nanar Mi Young yang kini menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Menangis sesengukkan. Tangannya terulur mengelus lembut rambut panjang Mi Young.

“Aku merindukannya.” Mi Young melanjutkan ucapannya dengan suara paraunya.

Mi Young mengangkat wajahnya, menatap manik mata Tn. Hwang yang begitu sendu. “Aku mengecewakanmu lagi, Appa. Aku tahu, kau tak menginginkan ini. Tak ingin aku terus menyakiti Juno ataupun diriku sendiri. Maafkan aku Appa.”

“Mi Young-ah…” tangan Tn. Hwang sudah terulur menghapus air mata Mi Young yang mengaliri wajahnya. Namun Mi Young menahannya, menggenggam tangan Tn. Hwang yang dingin.

“Aku tahu. Tidak sepantasnya aku menjauhkan seorang anak dengan orang tuanya. Tapi aku tidak sanggup mengatakannya. Aku tak mampu mengucapkan namanya. Aku tak ingin memberi harapan Juno yang tak mampu untuk aku berikan. Karena hanya dengan sekali menyebut namanya, Juno akan terus menanam itu seperti bibit yang akan terus berkembang. Aku tak ingin melihat anakku jatuh karena harapannya. Karena aku bahkan tak sanggup menahan sakit itu, ketika mengharapkan pria itu untuk mempercayaiku. Dia bukan lagi orang yang kucintai. Bukan orang yang begitu mencintaiku. Amarahnya membuatnya menghilangkan kepercayaannya kepadaku. Dan itu membuatku sakit. Aku tidak ingin, Juno ikut tersakiti. Appa, aku—”

Tn. Hwang memeluk Mi Young dengan lembut. Membiarkannya bajunya basah karena air mata wanita itu mengalir.

Appa mengerti. Jangan teruskan! Jangan sakiti dirimu lagi. Tapi Mi Young-ah, walau bagaimanapun, Juno berhak tahu atas dirinya. Juno pantas untuk mengetahui siapa Appa-nya.”

Tn. Hwang mengambil napas sesaat sebelum ia kembali melanjutkan ucapannya. “Juno… tidakkah kau iba melihat sorot kerinduannya akan sosok Appa-nya. Tidakkah kau lihat sorot kesedihannya saat ia melihat anak seusianya dapat memanggil sosok pria yang disebutnya Appa. Mi Young, Appa tidak menyalahkanmu. Appa tahu ini terlalu sulit, tapi Appa berharap kau bisa sedikit terbuka padanya. Setidaknya, biarkan Juno tahu. Bahwa dia terlahir sama seperti anak lainnya yang memiliki Appa—”

Tn. Hwang masih berusaha untuk menenangkan Mi Young, tanpa mereka sadari sejak tadi sesosok laki-laki mungil mendengarkan pembicaraan mereka di balik pintu rumah mereka. Terduduk dengan melipat kedua kakinya dan menenggelamkan kepalanya di antara kedua kakinya. Tanganya memeluk erat kedua kakinya, terisak pelan melihat kedua orang yang disayanginya menangis karenanya. Menangis atas nasibnya. Kedua tangannya terkepal, menahan rasa sakit yang ditahannya sejak lama.

 TWUBT

Juno POV

“Maaf! Maafkan Juno, Eomma ….”

Tuhan, aku menyakiti eomma-ku. Aku yang membuatnya menangis dan aku membuatnya terluka. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bermaksud untuk menyakitinya. Sungguh.

Aku mengangkat kepalaku, kembali kutolehkan wajahku melihat harabojie yang sedang memeluk eomma. Aku ingin berlari ke arah eomma, memeluknya dan meminta maaf. Aku ingin bilang kalau aku baik-baik saja. Aku juga ingin bilang, bahwa aku tidak akan lagi menanyakan appa, jika itu akan membuat eomma tidak bersedih. Tapi aku tak ingin membuat masalah lagi. Aku yakin eomma akan semakin sedih jika melihatku sekarang.

Maka dari itu, sebelum mereka melihatku yang ternyata mendengar pembicaraan mereka. Aku melangkah masuk menuju kamarku dan eomma. Sesampainya dikamar, aku merebahkan tubuhku diatas kasur kecil yang kutempati saat ini. Menyelimuti tubuhku dari hawa dingin malam ini.

Aku mengedarkan penglihatanku. Menatap semua foto yang terpajang sembarangan di dinding kamar ini. Aku tersenyum lirih, saat mengingat eomma selalu mengomel karena aku selalu menempelkan foto-foto kami di dinding kamar ini. Kata eomma itu membuat kamar terlihat berantakan. Tapi karena aku menyukainya, harabeoji menyuruh eomma untuk membiarkan aku melakukannya.

Aku bahagia. Aku hanya ingin bilang itu sekarang. Bahagia karena memilki eomma dan harabeoji yang begitu menyayangiku. Walau sebenarnya aku juga merindukan satu sosok yang tak pernah hadir ditengah-tengah keluarga ini. Tapi sungguh aku benar-benar bahagia. Meskipun terkadang aku sedih karena semua teman-teman menjauhiku. Menurut mereka aku ini anak malang yang tak memiliki appa. Aku juga terkadang iri ketika melihat anak seumuranku bermain bersama ayahnya. Tapi aku masih bersyukur karena memiliki Kyuhyun samchon yang masih mau mengajakku bermain bersamanya.

Sejujurmya aku sering menangis diam-diam. Aku merindukan appa. Itu memang benar. Tapi, aku menangis bukan karena itu saja. Aku menangis setiap kali mengingat bagaimana orang-orang di luar sana membicarakan hal buruk tentang eomma. Aku tidak ingin mereka menjelekkan eomma-ku yang sebenarnya baik. Aku tidak suka mereka melakukan itu kepada eomma-ku. Dan juga, aku sedih karena aku tahu eomma sering menangis diam-diam saat malam tiba, aku bisa merasakannya saat eomma memelukku.

Aku tidak tahu apa yang membuat eomma begitu bersalah. Kenapa eomma selalu menangis? Apa karena aku selalu bertanya dimana appa? Apa karena appa? Kenapa?

Bukankah mereka saling menyayangi? Eomma pernah bilang bahwa appa tak ada. Tapi aku tahu, aku tidak akan mungkin ada di dunia ini jika tidak ada seorang pria. Dari buku yang aku baca, manusia lahir di dunia karena seorang wanita dan pria yang saling menyayangi dan mencintai satu sama lain. Tapi kenapa eomma bilang appa tidak ada?

Aku mengaitkan kedua tanganku, menelungkupkannya di depan dadaku lalu memejamkan mataku. “Tuhan, dimanapun appa berada bisakah Engkau membawanya kesini? Aku tidak ingin eomma menangis dan kesepian. Aku ingin appa melindungi eomma dari orang-orang jahat yang selalu menjelekkan eomma. Dan Tuhan, bisakah Engkau menghapus kesedihan eomma malam ini, aku tidak ingin melihat air mata eomma atau aku akan menangis juga dan membuat eomma mengkhawatirkan diriku. Lindungilah kami, dan selalu berkati kami. Thanks God.”

Setelah berdoa, aku berusaha memejamkan kedua mataku. Berusaha membuatku tertidur, berharap eomma tidak menyadari bahwa aku kembali menangis hari ini. Aku berjanji, setelah ini aku akan menjadi anak baik. Aku tidak akan menangis lagi.

‘Appa… kau pasti datangkan? Juno akan selalu menunggu appa, untuk melihat eomma tersenyum.’

 TWUBT

Mi Young POV

Aku memasuki kamar yang kini aku tempati bersama Juno. Terlihat matanya yang sudah tertutup rapat, menandakan bahwa kini malakat kecilku ini sudah terlelap dalam mimpi indahnya.

Aku berjalan perlahan, dan mendudukan tubuhku disamping tubuh Juno. Memandang wajah damainya, yang kembali mengingatkanku pada sosoknya. Aku hembuskan napas kasarku, lalu membelai lembut wajah Juno yang tengah tertidur.

Tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirku. Mataku terus menatap Juno yang terlelap. Tanganku mengangkat naik selimut Juno agar bisa lebih menghangatkan tubuh mungil Juno.

Kini aku termenung, memandang kosong wajah Juno. Didalam kamar yang hanya disinari oleh sinar bulan yang masuk melalui celah-celah jendela kamar ini. Pikiranku kembali melayang pada kejadian lima tahun lalu. Kejadian dimana aku melahirkan Juno seorang diri, berjuang menghadapi maut untuk menyelamatkan nyawa anakku agar bisa menghirup udara yang selama ini aku hirup. Bisa melihat keindahan dunia yang selalu membuatku terpesona.

FLASHBACK

“Nyonya, tarik nafas anda pelan-pelan, lalu hembuskan, ya?” Ucap sang dokter memberi intruksi kepadaku. Aku pun berusaha mengikuti intruksi tersebut, secara perlahan aku berusaha menarik napasku dan kemudian menghembuskannya.

Dengan sekuat tenaga, tanganku memegang erat ranjang persalinan yang kini aku tempati. Peluhku sudah membasahi seluruh tubuh, aku merasa tenaga yang kumiliki semakin berkurang, namun aku terus berusaha melahirkan anakku. Tak henti-hentinya aku mengambil napas panjang dan menghembuskannya kembali. Aku berusaha mengeluarkan bayi dari dalam perutku. Tanpa sadar, aku telah melukai bibirku dengan menggigitnya untuk menahan sakit dibagian bawahku. Rambut panjangku yang semula terikat mulai berantakan, dan menempel pada wajahku yang basah. Aku merasa sangat lemah saat ini, dan aku butuh seseorang untuk menguatkanku, Tuhan. Berulangkali aku merintih dalam hatiku. Menahan sakit ditubuhku maupun hatiku.

Tuhan. Tolong beri aku kekuatan, tolong selamatkan anakku. Aku ingin melihatnya. Aku mohon, beri aku kekuatan.

Napasku mulai menyesakkan, suara-suara itu terdengar samar ditelingaku. Suara dokter dan para suster yang membantu persalinanku mulai tak terdengar. Entah mengapa, aku menginginkannya saat ini. ingin dia hadir disampingku. Menggenggam lembut tanganku. Membisikkan kalimat-kalimat manisnya yang penuh cinta dan ketulusan. Aku ingin dia yang mengusap peluhku, membenarkan tatanan rambutku yang mulai berantakan ini.

Siwon oppa…” Aku merasa tercekat ketika nama itu berhasil lolos dari mulutku. Nama yang tak pernah lagi kusebut selama hampir 8 bulan ini. Nama yang selalu kusimpan dengan rapih didalam relung hatiku dan kusembunyikan dari diriku sendiri. Sungguh, hanya dengan mengingat nama itu. Kenapa hatiku bisa sesakit ini, meski tak bisa kupungkiri dengan nama itu pulalah aku merasakan kedamaian yang kucari.

Siwon oppa, tau kah kau saat ini aku tengah berjuang melahirkan anakmu, anak kita. Sesungguhnya, aku membutuhkanmu sekarang. Aku pikir akan mudah tanpamu disaat seperti ini. Namun aku salah, seberapa keras aku menanam keyakinan itu. Sakt yang kurasakan semakin menhantamku kejurang yang paling dalam.

Aku ingin seperti wanita lain, yang didampingi laki-laki yang dicintainya—ayah dari anak yang akan dilahirkannya—berada disampingnya saat melahirkan. Aku tak bisa membohongi perasaanku, aku butuh dia, Tuhan. Hanya sekali saja, aku ingin melihat dia tersenyum lembut padaku.

Air mataku mengalir tanpa bisa kuhentikan. Aku masih berusaha menlahirkan anakku. Aku kerahkan semua sisa tenaga yang kumiliki. Rasanya sakit sekali, aku terus menangis. Sekilas bayangan itu muncul lagi, bayangan laki-laki yang kucinta. Tersenyum dan menatapku dengan penuh cinta. Aku pejamkan kedua mataku. Teringat saat terakhir kali aku memandangnya. Wajahnya yang penuh kebencian dan amarah didepanku. Mengingat itu membuat tanganku yang sejak semula berpegangan pada ranjang ini gemetar hebat. Hatiku begitu sakit, saat tangan kokoh yang biasanya menggenggam tanganku penuh kelembutan, mendarat dengan mulus dipipi kananku. Aku masih bisa merasakannya. Aku masih bisa merasakan bagaimana sakitnya tamparan itu. Membuatku semakin menekan kuat bagian perutku, mendorong kuat anakku yang nantinya akan ada didunia ini. Masih dengan bayang-bayang itu. Aku melihat bayanganku sendiri yang berlutut dan mengalungkan lenganku dikedua kakinya, memohon padanya untuk pertama kalinya. Mengemis belas kasihnya untuk mempercayaiku. Tapi apa daya Tuhan berkehendak lain, dia meninggalkanku. Pergi begitu saja, tanpa menoleh kembali untuk melihatku yang sudah basah kuyup dibawah derasnya hujan. Aku melihatnya dengan jelas. Melihat bayangan diriku yang menangis meraung-raung. Memukul-mukul dadaku yang begitu sakit seperti dihantam sebongkah batu besar. Dan setelah itu, kulihat appa. Appa berlari menggunakan payungnya. Menghampiriku, memelukku. Berusa membuatku bangkit, dan sesaat sebelum kami berdua pergi. Seorang wanita paruh baya, dengan gayanya yang elegan. Menghampiri kami, mengatakan sesuatu yang membuat appa membentaknya, lalu melempari kami dengan uangnya yang berlimpah itu. Meninggalkan appa dan aku yang berdiri mematung. Kata-kata itu, tidak akan pernah aku lupakan. Tidak hingga detik ini.

‘Pergilah, kau wanita jalang. Dan jangan ganggu anakku lagi!’

Aku sakit. Aku tak bisa mendeskripsikan rasa sakit itu. Tapi kini aku bertekad. Aku akan bahagia setelah ini, melupakannya, melepas laki-laki yang aku cinta itu. Dan hidup bahagia dengan anakku.

Aku merasa kini, seluruh tubuhku melemas, dan pandanganku mulai memudar. Aku harus mendapatkan kebahagiaan—tekadku, dan dengan sedikit energi yang kupunya. Aku menekan sekuat tenaga bagian perutku, membiarkan bayiku keluar dari tempatnya selama 9 bulan ini. dan setelah itu. Sebelum kesadaranku menghilang. Aku masih bisa mendengarnya. Suara tangis anakku. Suara yang kunantikan selama aku mengandungnya. Dan yang masih bisa kudengar, dokter mengatakan bayiku seorang laki-laki.

Sebelum aku bener-benar kehilangan kesadaranku, tanpa kusadari hatiku menggumankan kata-kata dan setelah itu gelap menyergapku.

Oppa, anak kita… aku berhasil melahirkan anakmu. Sekarang, biarkan aku bahagia, aku mohon!’

“Youngie…”

Aku terbangun mendengar sayup-sayup suara lembut yang masuk ketelingaku. Dengan gerakan perlahan kubuka kedua kelopak mataku yang terasa berat. Samar-samar kulihat wajah-wajah orang yang selama ini ada disisiku. Aku pandangi wajah mereka satu-persatu. Kulihat appa yang berada persis disampingku, menggenggamku penuh kehangatan. Membuatku ingin menangis, saat aku lihat kedua matanya yang sayu berkaca-kaca memandang haru ke arahku. Tepat tak jauh dibelakang appa, kulihat sesosok wanita cantik, yang menitikkan air matanya dan buru-buru diusapnya menggunakan sapu tangan yang kuketahui persis adalah milik wanita tersebut. Dan seorang laki-laki yang memandang datar ke arahku, meski begitu aku bisa menangkap sorot matanya yang menunjukkan kelegaan. Cho Kyuhyun, yang berdiri tepat disamping ibunya. Nyonya Cho.

“Youngie.”

Appa,”

Appa tersenyum mendengar aku membalas sahutannya dengan suara serakku. Tangannya mengusap lembut wajah letihku. Aku tersenyum lirih. Namun tak lama aku menyadari sesuatu. Anakku.

“Dimana anakku, appa?” tanyaku lirih.

“Anakmu ada diruang bayi, sedang istirahat sayang.”

“Aku ingin melihatnya appa.”

Appa tersentak kaget. Aku berusaha bangun, tanpa kusadari Kyuhyun sudah berada disampingku. Membantuku yang kesusahan beranjak dari tidurku.

“Mi Young-ah, keadaanmu masih sangat lemah sayang.” Aku menoleh, melihat Nyonya Cho yang memandangku khawatir.

“Eomma benar Mi Young-ssi. Lebih baik kau istirahat dulu, baru nanti temui anakmu setelah tubuhmu kembali bertenaga.”

Aku berpikir sejenak, aku merasakan perasaan rindu yang tak terbendung karena ingin segera melihat anakku. Seperti ada sesuatu yang hilang, ketika kulihat perutku yang kembali rata. Lalu kupandangi appa, meminta izinnya dari sorot mataku. Dan kuharap appa mengerti.

Appa, akan panggilkan suster untuk membawa kursi roda untukmu. Itu akan memudahkanmu menuju ruang bayi.” Ucap appa dengan suara lembutnya. Aku tersenyum, mengucapkan terima kasih melalui senyumku.

“Kyuhyun-sii, Nyo. Cho, saya titip Mi Young sebentar.” Kedua orang yang dipanggil appa mengangguk pasrah. Aku tahu mereka mencemaskanku. Dan aku sangat berterima kasih akan itu. Tapi aku sangat ingin melihat anakku. Aku tak bisa menahan perasaan itu.

Pandanganku mulai kabur ketika kulihat sesosok bayi mungil yang berada dalam ranjang bayi tertidur pulas dengan dada yang bergerak naik-turun secara teratur. Aku menyuruh suster untuk mengambil anakku, karena aku ingin menggendongnya. Dan sekarang anakku, anak yang aku kandung selama 9 bulan. Anak yang kunantikan. Yang selalu aku jaga, untuk kulihat senyumnya. Kini berada didekapanku. Aku bisa merasakannya Tuhan, deruan halus napas hangatnya. Sama sepertinya. Kubelai wajah tampannya. Matanya yang terpejam rapat, hidungnya yang mancung serta bibirnya yang mungil. Bagaimana mungkin anak ini begitu mirip Siwon oppa. Aku tersenyum lirih, saat nama itu kembali kusebut di dinding hatiku. Rasa sakit itu kembali menyergap. Dan aku kembali mengeluarkan air mataku. Air mata bahagia, air mata penuh keharuan dan juga rasa sakit.

Dengan penuh kehati-hatian kugenggam jari-jari mungilnya. Kuselipkan jari telunjukku pada tangannya yang sedikit terkepal. Membiarkannya merasakan kehadiranku. Kulihat matanya yang terpejam, kini perlahan terbuka. Mataku terbelalak, menanti penuh harap untuk segera melihat kedua manik mata anakku. Dan aku juga bisa merasakan, ketiga orang yang berada disekelilingku. Appa, Kyuhyun dan Nyonya Cho. Dan, ah satu lagi seorang suster pun melihat anakku yang mulai membuka kedua matanya.

Deg.

Oh, Tuhan ini nerakamu atau surga duniamu? Apa yang harus aku katakan. Aku bahagia, tapi kenyataan ini membuatku sakit. Mata itu, kedua mata bulat anakku, benar-benar milik laki-laki itu. Bagaimana bisa? Kenapa semua yang ada di anak ini sama seperti yang ada di dirinya. Aku tak mengerti ini, disatu sisi aku bahagia melihat anakku yang bernapas dengan sempurna dihadapanku. Tapi disatu sisi, Tuhan tahu aku akan menderita setiap kali melihat sorot mata yang akan selalu membangkitkan rinduku kepada laki-laki itu.

“Anakmu benar-benar tampan Mi Young-ah.”

Aku tersadar dari lamunanku ketika suara Nyonya Cho memecahkan keheningan diruangan itu dengan suara lirihnya. Kutatap kembali wajah anakku. Iya, dia begitu tampan. Seperti appanya.

“Tapi aku jauh lebih tampan.” Aku tersenyum lembut mendengar sahutan Kyuhyun atas ucapan sang ibu. Membuatnya mendapatkan jitakan gratis dikepalanya. Aku dan appa hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala kami, melihat interaksi ibu dan anak itu.

“Youngie.”

“Hmm,” aku tak mampu membalasnya selain itu atas panggilan appa. Perhatianku sepenuhnya tertuju pada bayi yang ada digendonganku. Menatap polah lucunya yang mengedip-ngedipkan kedua matanya. Aku tersenyum lirih ketika tangan kecilnya berusaha menggapai wajahku. Kutangkap tangan kecil itu, dan kuciumi tangannya.

“Nama apa yang telah kau siapakan untuk anakmu?” aku mengerjapkan mataku, dan mengangkat wajahku yang sejak tadi tertunduk memandang bayiku. Aku baru sadar belum memberikan nama anakku ini.

Seketika otakku berpikir keras untuk mencari nama yang sesuai untuk anakku. Menatapnya sekali lagi, dan pikiranku kembali menerawang jauh. Membayangkan nama apa yang pantas untuk anakku. Seketika sebuah nama terbesit dalam benakku, sebuah nama yang begitu berarti untukku. Nama seseorang yang ku kenal, seseorang yang kusayangi seperti anakku sendiri. Seseorang yang mempertemukan aku dengan laki-laki itu.

“Juno—”

“Juno?” tanya mereka kompak. Dan aku mengangguk sekilas.

“Juno. Hwang Juno.”

FLASBACK OFF

 TWUBT

Author POV

“Akkhhh…” Juno meringis kesakitan saat sebuah jarum suntik menembus permukaan kulitnya. “Sakit.” Ucapnya lirih.

Melihat anaknya kesakitan, Mi Young pun merasakan sakit itu dihatinya. Wajahnya terlihat sendu ketika cairan insulin itu memasuki tubuh anaknya. Setelah yakin, semua cairan itu sudah masuk kedalam tubuh Juno. Mi Young segera melepaskan suntikannya, dan mengusap bekas suntikan tadi dengan kapas kecil yang ada ditangannya kini.

“Jangan menangis.” Mi Young tersentak ketika sebuah tangan kecil mengusap pipinya, saat ia tengah membereskan perlekapan medisnya yang biasa ia gunakan untuk Juno. Ia tak menyadari jika air matanya mulia mengalir sesaat setelah ia menyuntikkan insulin ketubuh Juno. Selalu seperti ini, hatinya begitu tak tega ketika harus melihat Juno yang tersakiti. Jika boleh, Mi Young selalu berharap biar ia saja yang merasakan itu. Sebuah pernyataan yang klasik. Namun Mi Young benar-benar ingin menggantikan sakit itu.

“Jangan menangis, eomma. Kenapa eomma selalu menangis akhir-akhir ini?”

Mi Young menatap Juno yang memandangnya dengan raut wajah sedih. Ditariknya tubuh Juno, dan mendudukkannya diatas pangkuan Mi Young. Dengan gerakan lembut disisirnya rambut Juno yang sedikit basah, karena baru saja selesai mandi. Juno hanya mampu menatap penuh tanya kedalam mata Mi Young yang sembab karena menangis semalaman.

“Maafkan eomma, karena terlihat begitu menyedihkan dihadapanmu. Eomma janji tidak akan menangis lagi.” Ujar Mi Young membalas tatapan Juno.

Juno mengambil napas panjang lalu menghembuskannya. “Janji?” tangan Juno terulur dengan jari kelingking yang mengacung kearah Mi Young. Melihat itu senyum Mi Young mengembang sempurna, dan dengan segera mengaitkan kelingkingnya yang besar itu pada kelingking Juno yang kecil.

Masih dengan kedua kelingking yang saling mengait satu sama lain. Juno sedikit mengangkat tubuhnya dan memberikan kecupan singkat pada pipi Mi Young sebelah kanan.

“Bisakah eomma, memiringkan wajah eomma. Aku ingin mencium pipi eomma yang sebelah kiri.” Ucap Juno polos, sontak membuat Mi Young tertawa dan menampilkan mata indahnya yang melengkung dengan sempurna.

“Baiklah.” Setelah mengatakan itu, Mi Young memiringkan wajahnya kekanan supaya Juno dapat dengan mudah memberikan morning kiss kepada Mi Young. Yah, seperti itulah Juno menyebutnya. Entah siapa yang mengajarkan hal itu kepada Juno yang pasti rutinitas ini sudah berlangsung sejak 2 tahun yang lalu.

CUP

Aigoo, uri Juno begitu manis, hmmm….” Juno terkikik ketika jari-jari lentik Mi Young menggelitik perut Juno.

“Hahaha. Eomma, hentikan! Eom- hahaha….” Mi Young masih menggelitik perut Juno, hingga sebuah suara menginterupsi kegiatan pagi mereka.

Keduanya menoleh dengan raut wajahnya yang gembira. Bahkan mata Juno sudah berkaca-kaca karena tak tahan dengan rasa geli yang ia rasakan saat Mi Young terus saja menggelitiknya.

“Apa yang kalian lakukan? Waktu terus berjalan, dan kalian masih main-main? Kau ingin terlambat Juno.”

“Tidak, harabeoji. Eomma yang menghambat waktuku.” Ucap Juno dengan memanyunkan bibirnya. Membuat Mi Young mendelik tajam kearah Juno yang hanya menatap polos ke arahnya.

Mi Young menggelengkan kepalanya dengan perasaan gugup melihat sang ayah yang menyipitkan mata ke arahnya. “Dia bohong appa, Juno duluan yang menggodaku.”

“Tidak! Eomma yang duluan.”

Ya! Juno-ah, bagaimana mungkin kau menuduh eomma seperti itu.” Ucap Mi Young tak terima.

“Tapi, memang eomma yang memulainya.”

“A— ”

“Sudah-sudah! Kenapa kalian jadi bertengkar? Seperti sepasang kekasih saja.” Tn. Hwang berkacak pinggang didepan pintu kamar mereka berdua, dan memperhatikan bagaimana anak dan cucunya saling menyalahkan satu sama lain. Membuatnya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aku memang kekasih eomma. Benarkan eomma?” tanya Juno sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya. Membuat Mi Young dan Tn. Hwang menatap tak percaya karena Juno bisa bertingkah seperti itu.

“Apa yang kau lakukan Juno-ya?”

“Itu menggelikan.”

Mi Young dan Tin. Hwang serempak mengucapkan kata-katanya dengan lirih ketika Juno bertingkah aegyo dihadapan mereka.

“Kenapa?” tanya Juno bingung melihat reaksi keduanya.

Tn. Hwang menggeleng-gelengkan kepalanya, “Sudah-sudah. Sekarang kalian bersiap-siap, Juno akan terlambat jika kita terus seperti ini.”

Mi Young mengangguk lemah begitupun dengan Juno yang langsung berdiri dan merapihkan seragam sekolahnya yang sedikit berantakan karena ulah Mi Young. Namun Juno langsung tersentak kaget ketika mendengar Mi Young berteriak hingga membuat tubuhnya sedikit melompat dan memandang ibunya heran. Yang kini sudah berlari menuju dapur.

Ya, appa! Sudah aku bilang jangan menguasai dapurku—“

Juno mengusap-usap dadanya yang berdebar kencang mendengar suara Mi Young yang menggelegar disetiap sudut ruang yang ada dirumah ini. Namun tak lama, senyum manis mengembang dibibirnya. Membat lesung pipinya muncul, menambah kesan manis yang mendalam pada diri anak itu.

Appa… eomma, bahkan lebih kekanak-kanakan dari pada aku. Bagaimana mungkin appa bisa menghadapinya saat itu?”

Juno menatap refleksi dirinya didepan cermin yang terdapat dikamar tersebut. Menatap pantulan dirinya yang sudah rapih mengenakan serangam sekolahnya. Dengan gerakan perlahan, diambilnya sebuah kalung yang terlilit dilehernya dari dalam baju yang ia kenakan. Lalu menggenggamnya, dan menutup kedua matanya.

“Berkati aku Tuhan. Lindungi kami sekeluarga, dan selalu berikan kebahagiaanmu untukku dan keluargaku. Tak lupa, salam rindu untuk appaku dimanapun dia berada.”

Setelah membisikkan doa dihatinya, kedua matanya terbuka sempurna dan kembali menatap cermin didepannya. Masih dengan salib yang ada digenggamannya. Juno memandang sendu dirinya sendiri didalam cermin itu.

Dengan sangat lirih, ia sampaikan kerinduannya yang mendalam pada sang ayah yang tak ia ketahui keberadaanya. Senyum kecil muncul setelahnya.

“Aku merindukanmu…ap-pa.”

 TWUBT

Author POV

DEG

“Akhhh…” seorang laki-laki bertubuh tegap memegangi dadanya yang terasa nyeri, dan seketika tubuhnya limbung keatas kasur berwarna putih tersebut. Satu tangannya lagi masih memegangi baju yang tadinya ingin ia masukkan kedalam koper yang terletak disebelah tubuhnya. Mecengkramnya kuat.

Kedua matanya terpejam sesaat, merasakan sakit yang kerap datang tiba-tiba pada bagian jantungnya. Kini ia merasakan bagaimana jantungnya berdetak cepat tak seperti biasanya. Pikirannya kembali dibawa pada kejadian sebulan lalu, saat dengan bodohnya ia mendatangi sebuah rumah sakit untuk memeriksa kesehatan jantungnya. Laki-laki itu berfikir, ia menderita penyakit jantung mengingat betapa seringnya ia merasakan sakit dibagian itu. Namun yang ia dapat justru laporan dokter yang membuatnya bingung. Dokter tersebut mengatakan kondisi jantungnya baik-baik saja. Dan sekali lagi, hari ini ia dibuat bingung dengan apa yang ia rasakan. Jika memang ia tak menderita sakit jantung atau semacamnya. Lalu sakit yang ia rasakan dan debaran yang kuat dijantungnya disebut apa?

“Apa yang salah, Tuhan?” ucapnya lirih. Berulang kali laki-laki itu mengambil napas panjang, mengontrol detak jantungnya yang secara perlahan mulai kembali stabil.

Tak lama setelah itu, ia kembali bangkit. Lalu kembali memasukkan pakaiannya ke dalam koper yang tersedia. Tidak terlalu banyak yang ia bawa kali ini, karena ia yakin masih memiliki persediaan pakaian yang banyak dirumahnya terdahulu. Dengan mata yang menatap kosong dan terlihat dingin. Laki-laki itu menggerakan tangannya secepat mungkin untuk bisa menyelesaikan tugasnya kali ini.

Ketika semua pakaian yang akan dibawanya selesai dimasukan kedalam koper. Kini giliran barang-barang pribadinya yang tergeletak diatas nakas ia masuki kedalam koper, namun gerakannya tertahan saat sebuah benda yang disadarinya kini berada digenggamannya.

Dibawanya langkah kecil kakinya menuju pinggir sebuah sofa kecil yang berada dalam kamar apartemennya tersebut. Masih dengan menatap benda yang ternyata sebuah bingkai foto yang didalamnya terdapat potret dirinya dengan seorang wanita yang tersenyum lembut menatap kamera. Laki-laki itu tersenyum kecil, ketika kenangan itu kembali menyeruak didalam hatinya. Mengingatkannya kembali akan kebahagian yang sudah lama ia lalui itu.

Jari-jarinya menelusuri wajah cantik wanita yang mengenakan baju berwarna pink pastel. Warna kesukaan wanita itu. Matanya menerawang, seperti menggali lebih dalam lagi kenangan yang sempat dikuburnya dalam-dalam. Membucahkan rindu yang menyesakkan dadanya. Membuat tangannya bergetar, dan keringat dingin yang mulai mengaliri pelipisnya.

Bibirnya bergerak menggumankan satu kata yang terus diulangnya bersamaan dengan kenangan yang berputar perlahan bak sebuah film dibioskop yang terlihat jelas didepan matanya. Dan tanpa bisa dibendung, cairan bening itu kembali menghiasi wajah tampannya yang terlihat sendu.

“Maafkan akumaaf, maaf—”

FLASHBACK ON

“Tebak siapa aku?” suara bass yang dibuat-buat seorang laki-laki yang mengenakan kemeja putih dengan jas hitam yang masih melapisinya. Menandakan laki-laki itu bahkan tak sempat pulang untuk mengganti pakaiannya seusai ia pulang dari pekerjaan yang melelahkannya dihari terakhir weekend ini. Wanita yang kini ditutup kedua matanya oleh kedua tangan laki-laki itu tersenyum geli melihat tingkah laku kekasihnya tersebut.

“Berhenti main-main, Siwon Oppa!” Ucapnya lembut sambil menurunkan kedua telapak tangan yang menutup kedua tangannya itu.

“Kau terlalu mencintaiku, chagi.” Laki-laki yang dipanggil Siwon itu mengerlingkan matanya pada sang kekasih yang menolehkan wajah cantiknya ke arah Siwon yang membelakanginya.

“Maksud Oppa?” tanya wanita itu heran.

Siwon mengacak-acak rambut hitam kekasihnya, membuat wanita itu memberenggut. “Bukankah benar apa yang aku katakan. Buktinya, kau langsung bisa menebak kalau itu aku ketika aku menutup matamu.” Ucap Siwon dengan wajah bangga sambil mengeratkan pelukannya dan membenamkan kepalanya dilekukan leher kekasihnya. Membuat wanita itu, kegelian atas sikap Siwon.

Oppa-” wanita itu sedikit menjauhkan tubuhnya saat Siwon mulai memberikan kecupan-kecupan kecil dileher jenjang wanita itu.

“Kenapa?” Giliran Siwon yang mengerucutkan bibirnya, membuat kekasihnya itu tertawa geli melihat Siwon yang cemberut dihadapannya.

Aigoooo, kenapa kau terlihat lucu, Oppa….” Siwon berusaha menyingkirkan tangan wanitanya yang mencubit hidung mancungnya.

“Jangan perlakukan aku seperti anak kecil, Tiffany Hwang.” Ucap Siwon geram saat berhasil melepaskan cubitan Tiffany. Lalu menggigit bahu Tiffany.

“Kau memang seperti anak kecil, Oppa.” Balas Tiffany lembut, membiarkan Siwon meletakkan dagunya diatas bahunya dan memelukanya begitu erat. Tangan Tiffany kembali sibuk memotongi tangkai bunga lily yang ada dihadapannya. Yang sempat tertunda dengan kedatangan Siwon yang tiba-tiba tersebut.

“Apa maksudmu mengatakan itu, chagi? Aku ini pria dewasa!” gerutu Siwon lirih tepat ditelinga Tiffany. Mendengar itu, Tiffany hanya tersenyum simpul. Masih dengan aktivitasnya memotongi tangkai-tangkai bunga lily itu.

“Tingkahmu barusan seperti anak kecil Ooppa!”

“Yang mana?” tanya Siwon polos, sedikit memiringkan wajahnya menghadapkannya kewajah Tiffany yang terlihat serius dengan kegiatannya. Membuat Siwon mendesah pelan, karena merasa terabaikan.

“Bisakah kau berhenti menduakan ku chagi?”

Sukses. Tiffany menoleh kaget kearah Siwon yang masih diposisinya, yang secara tak sengaja mempertemukan bibir kedua insan yang saling mencintai itu. Siwon bersorak girang, dengan tangan sebelah kiri yang meninju angin karena senang mendapatkan indirect kiss dari Tiffany. Sedangkan Tiffany sedikit terkejut, dan menundukkan wajahnya menahan malu yang hinggap didadanya.

“Apa kataku oppa! Kau seperti anak kecil.” Gerutu Tiffany.

“Kenapa? Kau tidak suka berciuman dengan kekasihmu sendiri?”

Tiffany menghela napas , lalu melepaskan tangan kanan Siwon yang masih melingkar manis dipinggangnya. Dan meletakan alat pemotong yang ia pegang sejak tadi diatas meja.

“Pertama-tama kau bertingkah seperti remaja yang baru merasakan memiliki kekasih, dengan datang memberikan kejutan menutup kedua matanya. Kedua, kau terlalu percaya diri Oppa, aku mengenalimu. Tentu saja! Parfum yang kau gunakan, memudahkanku untuk tau siapa orang usil yang meuntup kedua mataku. Dan yang terakhir, kau seperti anak kecil yang mendapatkan permen gratis. Hanya karena sebuah ci-u-man” Ucap Tiffany sengit, membuat Siwon menahan tawanya melihat muka Tiffany yang memerah karena marah dengan keusilannya hari ini. Siwon sangat merindukan Tiffany setelah selama lima hari ini tak bertemu karena kesibukannya bekerja diperusahaan. Dan lihatlah, sekarang ia melihat wanitanya marah atau lebih tepatnya malu setelah berciuman—yang tak sengaja terjadi—  tadi.

“Oh, chagiya kenapa semarah ini, hmm? Ah… aku tahu! kau pasti sangat merindukanku bukan?” Siwon memegang kedua bahu Tiffany, dan menatapnya dengan menaik turunkan kedua alisnya. Membuat Tiffany menatap tak percaya, melihat tingkah laku Siwon.

Oppa…” ucap Tiffany geram.

“Dengarkan,” suara Siwon melembut, saat Tiffany mulai kesal atas sikapnya hari ini. “Yang pertama aku begitu merindukanmu, maka dari itu aku bersikap seperti ini. Kedua, aku bukannya sok percaya diri. Tapi karena aku tahu kau memang sangat mencintaiku, karena apa? Kau begitu mengenal sosokku, bahkan hafal dengan wangi tubuhku. Ketiga—”
Siwon tersenyum geli, saat dilihatnya Tiffany yang menatapnya penasaran dengan kelanjutan ucapannya. Siwon mendekatkan bibirnya pada daun telinga Tiffany, membisikkan kelanjutan ucapannya.
“Yang ketiga, aku bersikap seperti anak kecil yang mendapatkan permen gratis, karena memang aku mendapatkan permen darimu. Karena menciummu seperti halnya memakan permen manis itu. Bahkan aku pikir bibirmu lebih manis dari permen itu sendiri.”
Tiffany menunduk dan menggigit bibir bawahnya pelan, menahan malu ketika Siwon mengucapkan kalimat yang terdengar langsung ditelinganya. Menyadari sikap Tiffany tersebut membuat Siwon tertawa ringan dan menyium pipi Tiffany secepat kilat.
“Kau cantik sekali, chagi.” Siwon mengaitkan jemari-jemari mereka berdua. Dan mengecup tangan Tiffany.
“Berhenti membuatku malu, Oppa!”
Siwon tertawa geli, setiap kali Tiffany tersipu malu dengan tindakan-tindakan romantisnya itu. ‘Hah, betapa beruntungnya aku memiliki wanita ini.’ Batin Siwon.
“Ayo kita selca!”
“Hmm—” belum sempat Tiffany menanyakannya lebih lanjut, Siwon melingkarkan tangan kanannya yang menggenggam tangan Tiffany yang sebelah kiri pada sekeliling bahu Tiffany. Membuat tangan Tiffany pun ikut memeluk tubuhnya sendiri. Sedangkan tangan kiri Siwon sibuk mengambil ponselnya didalam saku celananya. Setelah menemukannya, Siwon mengarahkan kamera depan ponsel tersebut kewajah mereka. Namun sebelum memencet tombol capture. Siwon membisikkan, dua kata yang membuat Tiffany tersenyum lebar.
Saranghae, chagi.”
Cup. ~Clik~
Nado, oppa.
Baik Siwon dan Tiffany merasakan kebahagiaan mereka kembali setelah rindu yang mendesak selama berhari-hari mereka tak berjumpa, setelah melakukan selca. Mereka berdua melihat kembali hasil selca mereka dimana Siwon kembali mencium pipi Tiffany. Dan Tiffany pun memberikan senyum terbaiknya.

FLASHBACK OFF

Tubuh Siwon sudah tergeletak tak berdaya, menyandar pada sofa yang didudukinya selama satu jam itu. Tangan kanannya terlipat didepan dadanya, memeluk bingkai foto yang kembali membawanya dalam kenangan indah dimasa lalu. Kenangan bersama wanita yang dicintainya, wanita yang begitu ia dambakan. Wanita yang telah ia sakiti.
Siwon menyesalinya sekarang, bahkan selama 5 tahun ini. Siwon hidup dengan bayangan penyesalannya. Bayang-bayang saat ia menyakiti Tiffany dengan kata-katanya, bahkan ia menyakiti Tiffany dengan tangannya sendiri. Siwon menyadarinya. Bahkan sangat sadar, saat tangan yang biasanya ia gunakan untuk menggenggam tangan Tiffany penuh kehangatan, membelai wajah sang kekasih lembut dan tak jarang tangan itu ia gunakan untuk mengusap peluh dan air mata yang mengalir dari mata indah Tiffany. Namun hari itu, hari dimana Siwon bersumpah akan mematahkan tangannya sendiri karena menampar pipi mulus Tiffany.
Siwon bukannya tidak tahu, ia justru sangat tau bagaimana perasaan Tiffany saat itu. Sungguh, saat itu Siwon telah dibutakan oleh rasa amarah dan keegoisannya. Ia bahkan membenci dirinya sendiri setelah menyadari kesalahannya.
Bahkan dengan pengecutnya, Siwon melarikan diri dari permasalahan ini saat ia pupus harapan tatkala tak menemukan dimana keberadaan wanitanya itu. Menyembunyikan dirinya pada rasa penyesalan yang mendalam. Menenggelamkan diri dengan pekerjaannya yang terhitung padat. Tanpa ia sadari, bahkan sorot matanya mulai meredup karena cekungan hitam disekitar matanya. Bulu-bulu halus disekitar wajahnya tak jarang ia abaikan. Bahkan wajahnya terlihat tirus dari sebelumnya.
Siwon memang bukan makhluk Tuhan yang sempurna, namun ia adalah laki-laki perfectionis. Setidaknya itulah yang selalu ia banggakan dihadapan Tiffany dulu. Namun kini, tidak ada satupun kebanggaan yang ia miliki untuk datang menemui Tiffany kecuali penyesalan yang mendalam. Yang membuatnya menjadi sosok yang paling suram menurut adik perempuannya. Yoona.
Kini setelah mengetahui keberadaan Tiffany. Siwon berusaha kembali bangkit, ia akan membawa kembali wanita itu kesisinya. Tidak peduli penolakan apapun yang akan ia terima. Siwon bertekad, akan tetap membawa kembali Tiffany. Walaupun nantinya, pada kenyataannya wanita yang ia cintai itu telah memiliki suami sekalipun. Siwon sudah tak sanggup hidup tanpa wanita itu. Ia harus mendapatkan kembali oksigennya yang menghilang. Ia harus mendapatkan kembali cahaya terang disekelilingnya. Harus mengembalikan kehangatan dan kesejukan pada dekapan tubuh mungil wanita itu. Karena hanya dengan cara itulah Siwon dapat kembali hidup dengan benar. Berjalan dengan benar, berbicara dengan benar segala hal yang ia ingin ia lakukan dengan benar hanya dengan berdiri disamping wanita itu. Berpijak pada tanah yang sama dimana kedua kaki wanita itu berpijak. Menghirup udara yang sama. Tertawa bersama. Menangis dan saling mencintai.
Siwon menyadari kelemahannya hanya ada pada wanita itu. Tiffany Hwang. Wanita dengan sejuta kelembutan yang ia miliki. Tatapan yang penuh kehangatan, senyumnnya yang menyejukkan hati Siwon. Hanya ia. Wanita itulah yang mampu membuat Siwon kembali hidup. Dan Siwon bersumpah, akan melakukan apapun. Memohon seperti pengemis cinta, bersujud bagai seorang pencundang bahkan ia rela menukar semua yang ia miliki untuk mendapatkan Tiffany. Tapi ia tidak akan menukar nyawanya. Tidak akan. Bukan karena ia tak ingin. Hanya saja, seperti yang ia bilang, ia ingin wanita itu ada disisinya. Jikapun ia mati, Siwon tetap ingin bersama wanita itu. Setidaknya Siwon telah memiliki kembali hati sang pujaan. Namun jika ia mati sekarang sebelum ia mendapatkan kembali cinta dan hati Tiffany. Apa gunanya? Ia hanya akan tersiksa di alam sana. Bahkan mungkin jauh lebih tersiksa, karena mungkin Tiffany tidak akan berduka untuknya.
Mata Siwon mulai terbuka, ketika getaran disaku celananya menyadarkan tidur singkatnya. Memimpikan wanitanya. Menyesakkan itulah yang Siwon rasakan ketika ia mulai tersadar dari lelapnya ketika mimpi-mimpi akan bayangan Tiffany menghantuinya.
Dilihatnya pada layar ponsel, Yoona melakukan panggilan ke nomer pribadinya tersebut. Tak ingin membuat Yoona menunggu lama. Siwon pun menjawab panggilan Yoona.
“….”
“Jadi kau sudah menuju tempatnya?”
“…”
“Baiklah.. Hati-hati dijalan Yoongie!”
“…”
“Tunggu sebentar!”
“…”
“Pastikan, dia baik-baik saja. Dan… Yoongie, terima kasih, sungguh.”

 TWUBT

Yoona POV

Aku memandang ponselku yang mulai meredup dengan tatapan nanar. Pertama kalinya aku mendengar seorang Choi Siwon mengucapkan terima kasih, dan untuk pertama kalinya pula aku bisa merasakan berguna bagi orang lain. Terima kasih Tuhan. Dan aku percaya ini semua atas kehendakMu. Aku percaya itu.

Aku meletakkan ponselku pada dasbor mobil. Kembali memusatkan pikiranku agar sampai tujuan dengan selamat. Aku sudah tidak sabar untuk melihat kembali sosok itu. Sosok wanita yang begitu dicintai oppa. Sosok yang kata Siwon oppa dulu, adalah dewi surga yang dikirim eomma-nya.

Tiffany Hwang. Nama yang begitu cantik menurutku. Sejak dulu, aku begitu mengagumi sosoknya yang ceria dan lembut. Tiffany eonni, selamanya dalam ingatanku adalah wanita terbaik untuk oppa. Itulah yang membuatku selalu bertanya-tanya, mengapa Tuhan membuat takdir mereka sesulit ini. Apa cinta sesulit ini? Jika iya, maka aku bersumpah tidak akan berurusan dengan cinta. Aku tidak ingin tersakiti, cukup aku merasakannya dimasa laluku. Aku akan mengubur semua kelemahanku ini. Aku tidak akan menangis hanya karena hal bodoh seperti itu.

Tapi, saat ini aku harus menyatukan kakak laki-lakiku yang bodoh itu dengan Tiffany eonni. Karena aku yakin ini semua tidak benar. Seperti yang kukatakan semula, aku yakin Tiffany eonni adalah wanita terbaik untuk Siwon oppa. Dan aku percaya bahwa mereka ditakdirkan bersama. Terlebih aku mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Itu membuatku semakin geram ingin membalas sakit hati mereka.

Aku tidak terima kedua orang yang kusayangi terakiti. Terlebih, mereka tidak bersalah apapun atas ini semua.

“Aku akan membuat Eomma menyesal karena bertidak ceroboh, hingga melukai orang-orang disekitarku. Cukup! Cukup, Appa yang merasakannya.”

Aku genggam erat setir mobilku, ketika rasa sakit itu mendera batinku lagi. Aku tidak ingin, sakit ini menguasaiku. Aku harus membalasnya. Agar eomma tau, bagaimana rasa sakitnya saat terjatuh pada jurang yang tak pernah dia duga sebelumnya.

 TWUBT

Author POV

“Ingat apa yang Eomma bilang?”

Juno mengangguk, “Tentu saja. Aku harus menunggu disini setelah bel pulang sampai Eomma atau Harabeoji menjemput.” Mi Young tersenyum puas mendengar ucapan Juno. Dicubitnya pipi chubby Juno. Membuat Juno meringis kesakitan, dan berusaha melepas cubitan Mi Young. Lalu menutupi wajahnya dengan sebelah tangan, melihat kesekitarnya yang ternyata tidak terlalu banyak orang.

“Kenapa?” tanya Mi Young heran melihat tingkah Juno yang aneh.

Eomma, membuatku malu. Aku ini laki-laki, kenapa eomma bersikap seperti menghadapi anak perempuan?” Ucap Juno lirih, bahkan sangat lirih membuat Mi Young tertawa, ketika mengetahui Juno malu atas perilakunya tadi.

Eomma menyebalkan. Apa aku ini begitu lucu hingga eomma tertawa?” tanya Juno sebal. Mi Young menghentikan tawanya, dilihatnya Juno yang merajuk didepannya. Lalu ia memeluk Juno lembut, tak memperdulikan tatapan orang-orang disekitar mereka.

“Maaf. Eomma hanya terlalu gemas, hingga memperlakukanmu seperti tadi. Lagipula, siapa yang bilang Juno anak perempuan Eomma? Selamanya Juno adalah anak laki-laki Eomma, yang akan melindungi Eomma. Benar, ‘kan?”

Juno mengangguk dipelukan Mi Young, membalas pelukan hangat Mi Young. Lalu kepalanya dibenamkan pada rambut hitam Mi Young yang tergerai indah melalui bahu eommanya tersebut. Mi Young tersenyum dalam diam, membiarkan Juno memeluk erat tubuhnya. Tak lama setelah itu, Juno melepaskan pelukannya dan berlari memasuki gedung sekolahnya. Membuat Mi Young tersentak kaget. Namun tersenyum setelahnya, Juno begitu manis. Pikirnya.

Ketika Mi Young mulai beranjak meninggalkan gedung sekolah Juno. Tiba-tiba, sebuah lengan menghentikan gerakannya karena melingkari sebelah kakinya. Dilihatnya Juno, yang memeluk kakinya. Sambil menggumankan kata-kata dari mulut polosnya.

“Aku mencintai Eomma, sangat mencintai Eomma.”

Mi Young mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Juno yang lebih pendek darinya —tentu saja, Juno masih sangat kecil.

“Kenapa kembali lagi?” tanya Mi Young lembut sambil mengusap-usap wajah Juno yang menunduk dihadapannya.

“Juno hanya ingin bilang, Juno sangat mencintai Eomma. Juno… tidak pernah malu karena menjadi anak Eomma. Juno, begitu ingin melihat Eomma bahagia. Jadi, Juno mohon—“ Juno menghetikan ucapannya dan menatap manik mata eommanya itu. “Apapun yang terjadi, jangan menangis lagi. Karena itu menyakitiku.”

Mi Young tercengang mendengar ucapan Juno yang terdengar tulus ditelinganya. Hingga Juno mencium pipinya dan kembali berlari memasuki sekolahnya. Mi Young masih ditempat yang sama. Mentapa kosong tempat Juno, berdiri ditempatnya tadi. Matanya mulai berair, bukan karena sedih. Tapi karena ia begetu bahagia karena memilki Juno yang begitu menyayanginya. Buru-buru Mi Young menghapus air matanya yang hampir saja mengalir melalui wajah cantiknya.

Walau Mi Young belum sempat memberi jawaban atas permintaan Juno. Namun ia berjanji tidak akan menangis lagi. Ia memiliki Juno, tak ada alasan untuk membuatnya sedih karena memiliki anak sebaik Juno. Dan Mi Young berjanji akan membuat Juno bahagia, ia akan menyerahkan hidupnya hanya untuk sang anak. Menghabiskan sisa hidupnya untuk melihat perkembangan Juno yang akan semakin dewasa nantinya. Melihat anaknya memiliki wanita yang dicintainya, dan menikah dengan wanita itu. Memiliki anak yang akan menjadi cucu untuk Mi Young. Dan melihat Juno dan keluarganya nanti hidup bersama dan bahagia. Hingga akhirnya Mi Young bisa menutup matanya dalam kedamaian.

 TWUBT

Kyuhyun POV

Dengan sabar aku terus berdiri ditempat ini sejak 30 menit yang lalu. Menunggu seorang bocah kecil keluar dari dalam gedung ini. Sudah berapa kali aku menghembuskan napas kasar, rasanya tak sabar bertemu anak itu. Padahal baru sehari aku tidak bertemu dengannya. Aku harus mengalahkan bocah tengik itu, bagaimana mungkin aku terkalahkan oleh anak berusia 5 tahun dalam pertandingan game kami dua hari yang lalu. Aku harus membalaskan dendamku.

Aku tertawa sinis, membayangkan kekalahan anak itu. Mustahil anak itu bisa memenangkan game terbaru ini. Aku yakin dia akan kalah telak melawanku nanti.

Samchon?

Aku menyerigai, melihatnya berjalan keluar gedung menghampiriku. Aish, anak itu tidak ada takutnya menghadapi aku. Baiklah, siapkan tissue yang banyak bocah manis.

“Juno-ya, cepat kesini!” aku melambaikan tangan ke arahnya menyuruhnya secepat mungkin menghampiriku yang berdiri dengan tenang disamping mobilku. Kulihat kini ia berlari-lari kecil, berusaha secepat mungkin ada dihadapanku. Aku tersenyum melihat Juno yang terlihat bahagia ketika melihatku. Namun senyumku memudar, saat kulihat dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang mengarah ke Juno. Secepat mungkin, aku berlari menghampiri tubuh Juno. Aku tak ingin melihatnya terluka.

Grep.

Aku tidak tahu, apa yang terjadi sebelumnya. Yang kurasakan kini tubuh belakangku merasakan sakit yang teramat karena menyentuh aspal, dan tubuh atasku yang tertimpa tubuh Juno. Juno?

Aku membuka mataku, dan melihat Juno yang mengkerut ketakutan. Buru-buru kuangkat tubuhku dengan susah payah untuk melihat kondisinya. Kulihat matanya yang terpejam, dan keringat dingin yang keluar membasahi wajah tampannya.

“Kau baik-baik saja?”

Aku menoleh, ketika kudengar suara permpuan mendekat ke arah kami. Seketika dadaku merasakan sesak, saat detak jantungku berdebar lebih cepat. Wajahnya yang memandang kami khawatir membuatku terpaku. Hingga sebuah suara lirih menyadarkanku dari kegilaan ini.

Eomma…

 TWUBT

Yoona POV

Ckitttttt.

Aku menginjak rem mobilku dengan segera, ketika kulihat seorang anak kecil yang melintasi jalan yang akan aku lewati setelah tersadar dari penglihatanku yang semula tertuju pada sebuah tulisan yang tercetak pada data yang kutemukan, yang akan mengantarku menuju tempat Tiffany eonni.

Aku terdiam sesaat setelah menginjak rem itu, dadaku berdetak dengan cepat. Apa aku menabrak anak itu? Oh, Tuhan apa yang aku lakukan? Apa aku membunuh seseorang. Dengan tangan yang gemetar, kubuka pintu mobilku dan keluar untuk melihat kondisi yang sebenarnya. Kulihat seorang laki-laki dewasa yang mungkin lebih muda beberapa tahun dari Siwon oppa, mendekap erat tubuh mungil yang mengkerut ketakutan itu. Aku berjalan menghampiri mereka.

“Kalian baik-baik saja?” tanyaku pelan. Laki-laki dewasa itu menoleh ke arahku, kulihat dia memandangku tajam. Apa dia ayah dari anak itu? Apa dia akan menuntutku? Dan memenjarakanku? Oh, Tuhan betapa bodohnya aku.

Mata laki-laki itu begitu menakutkan, seperti ingin membunuhku. Tatapan yang sangat mengintimidasi. Sampai sebuah suara, menginterupsi tatapan laki-laki itu, suara anak yang hampir saja aku tabrak.

Eomma…

Aku menggigit bibirku, ketika mendengar suara lirihnya yang begitu ketakutan. Dengan cepat, aku berlari menghampiri kedua laki-laki itu. Kulihat, laki-laki dewasa tadi menatap khawatir anaknya itu.

“Juno-ya, kau baik-baik saja? Apa ada sakit? Mana yang sakit?” tanya laki-laki itu beruntun.

Sedangkan yang diberi pertanyaan hanya menggelengkan kepalanya lemah, anak itu masih belum membuka matanya. Membuatku makin bersalah.

“Tindakan bodoh apa yang kau lakukan, Nona?” aku menengadahkan kepalaku, menatap mata tajam laki-laki itu lagi. Suaranya terdengar menyeramkan ditelingaku. Membuat suaraku tercekat.

“Ma-maaf.”

Laki-laki itu tersenyum sinis. Aku benci keadaan ini, keadaan yang membuatku lemah. Tapi disini aku yang bersalah. Jadi apa boleh buat, aku harus mengalah kali ini.

“Aku minta maaf, aku tidak sengaja.” Ucapku lirih penuh penyesalan.

“Maaf? Apa kau fikir, nyawa anak tak berdosa yang hampir hilang karena tindakan bodohmu itu bisa dimaafkan?” aku menatap tak percaya laki-laki didepanku ini, dia begitu marah karena aku hampir saja membuat anaknya celaka.

“Aku benar-benar tidak sengaja.”

“Lupakan!” hardiknya.

Laki-laki itu kembali menatap anak itu, mengecek keadaannya. “Juno-ya, kau benar-benar tidak apa-apa kan? Jawablah? Jangan buat Hyeong khawatir!”

Mwo??? Hyeong? Jadi dia bukan ayahnya? Aish, untung aku belum mengucapkan apa-apa.

“Bagaimana kalau kita bawa ke rumah sakit, untuk mengecek keadaannya?” laki-laki itu kembali menatapku dengan wajah datarnya. Membuatku kesulitan menelan ludahku.

“Tidak perlu. Ayo Juno, kita pulang.” laki-laki itu bangkit, sambil meringis kesakitan, dan mengusap lembut kepala anak itu, yang kuketahui bernama Juno. Laki-laki itu terlihat kesakitan, tanpa menoleh sedikitpun kearahku laki-laki itu berlalu meninggalkanku. Kulihat punggungnya yang kotor, apa karena kecelakaan tadi? Apa dia baik-baik saja?

“Tunggu dulu!” aku berlari menyusul mereka, dan untuknya langkah kaki laki-laki itu berhenti.

“Aku kau baik-baik saja? Sepertinya bukan anak ini yang terluka, tapi kau sendiri yang terluka.” Tanyaku hati-hati, aku merasa sangat bersalah. Mengingat ini, karena kecerobohanku sendiri.

“Jangan pura-pura baik dihadapanku.” Desisnya pelan, aku menatap tak percaya laki-laki didepanku ini. Aku hanya berniat baik, atas kesalahanku apa salah? Kenapa laki-laki ini terlihat membenciku? Padahal tidak ada yang terluka parah atas kejadian ini.

“Maaf tuan, saya tidak berniat seperti itu. Tapi saya, benar-benar merasa bersalah atas kecerobohan yang saya buat.” Aku tidak terima terus diperlakukan seperti ini. Dia pikir, hanya dia yang bisa marah? Aku sudah berniat baik, dan laki-laki berkulit pucat ini sama sekali tak merespon niat baikku. Malah menuduhku sembarangan.

“Benarkah?” laki-laki itu memandangku bagaikan laser, melihatku dari atas kepalaku hingga ujung kakiku. Apa maksudnya? Apa dia fikir aku orang berbahaya, yang akan menyebabkan kematian, heuh? “JANGAN MELIHATKU SEPERTI ITU!”

Dia menjauhkan wajahnya, dan aku langsung menutup mulutku saat tersadar atas tingkah bodohku yang berteriak didepannya barusan.

Dia mendelik tajam ke arahku, baru saja laki-laki itu akan mengucapkan sumpah serampahnya dihadapanku. Sosok anak yang sejak tadi ada digendongannya dan meletakkan kepalanya dengan lemah dibahu bidang laki-laki itu. Mengangkat kepalanya, dan berucap lirih kepada laki-laki itu dan kepadaku.

Samchon… aku baik-baik saja. Aku juga bersalah, karena tak memperhatikan jalanku. Aku mohon kalian bedua jangan bertengkar lagi.”

Dan seketika, darahku berdesir. Tubuhku mematung ditempatku berpijak kini. Saat kedua bola mata itu menatapku dengan tatapan sendunya. Wajahnya yang pucat karena mengalami sedikit trauma atas kejadian yang baru saja di alaminya. Dan rambut yang berantak. Mengingatkanku pada sosok laki-laki yang selama lima tahun ini begitu menderita karena ulahnya sendiri. Menderita karena wanita yang dicintainya meninggalkannya. Dan kini, aku melihat tatapan mata itu ada ditubuh anak kecil yang kini ada digendongan laki-laki asing yang begitu jutek kepadaku. Tatapan mata itu. Tatapan yang sama selama 19 tahun aku melihatnya, tatapan yang membuatku nyaman. Tatapan yang aku percayai selama ini hanya dimilikinya, kini ada dikedua mata anak ini. Tatapan Siwon oppa.

[To be Countinue]

NP :

Hallo, disini Song Haenul. Kali ini saya bawa FF baru dan untuk pertama kalinya menjadi FF pairing saya bersama penulis kesayangan kita, Kak Elsa Mardian.
Saa harap kalian suka dengan cerita baru ini, dan terus menantikan kelanjutannya.
Untuk part pertama dimulai dari tulisan saya.
Sampai bertemu di part kedua kak Elsa Mardian.
Annyeong

175 pemikiran pada “Time Will Brought Us Together 1

  1. yang paling kasian disini tuh juno sama eomma-nya 😦 tapi siwon juga mungkin menderita argh
    nice ff ditunggu kelanjutannya fighting!

  2. kasihan juno nya… 😦 sbnernya knp sifany bsa pisah?? apa karena ibunya siwon gk ngerestui hbngan mreka?? trus siwon kok bsa slah pham, knapa?? okay d tnggu part 2 nya thor… fighting… 🙂

  3. juno kykny dewasa sebelum waktuny dh…
    pemikiranny kyk org dewasa…
    juno keliatan anak yg baik bgt..
    tpi juno menderita bgt…
    masih blm keliatan y ap yg bikin sifany sampe bisa pisah gitu.
    D TUNGGU NEXT NY Y…

  4. Kenapa Sifany bisa pisah ya ?
    Apa penyebabnya mereka pisah ?
    mungkin mamanya wonppa tidak merestui hubungan mereka.
    karena tiffany anak dari keluarga sederhana.
    penasaran banget chingu.
    Next chapter
    fighting chingu.

  5. Annyeong eonni :d
    Wah .. Ff nya keren bgt , apa lagi dari kata” nya itu aku suka loh eon :d
    Pas awal” baca , d kira cewe yg pegang map itu Sooyoung .. Soal nya cewe bertubuh tinggi dan langsung pikir’n nya tertuju k Sooyoung :d tapi trnyata Yoona :d hahahah :d saalah tebak – _ –
    Terharu bgt pas Mi Young nangis sma appa nya dan d situ Juno nya dnger pembicaraan mereka .. Terus kesalahan apa sih yg d buat sma Siwon oppa ? Hm .. Udh tau klu ini smua psti rencana Siwon eomma – __________ –
    Sebegitu mirip kah Juno sma Siwon appa ?? Smpai” smua nya dari Siwon oppa semua :d mngkin Juno itu foto copy’n nya Siwon appa :d
    Uppsss .. Mianhae eonni klu coment nya kpanjangan :d fighting buat trus lanjut ff nya 😀

  6. aaaaaa baru part pertama udh bikin banjir .. 😦
    bagus tor .. update nya jangan lama ya .. moga part 2 lbih bagus lg
    fighting autorr XOXO

  7. Waktu akan membawa kita bersama…
    Judul berupa do’a yang bakal jadi ending..
    Oh iya, annyeong eonni author/? Loooooong chapter tapi gak bikin bosen, dijelasin banget siapa itu Tiff with her son,Juno, it’s complicated!♡
    Siwom Oppa pasti strong kok, ayoooo jangan hanya nyuruh Yoona buat ketemu Tiff, Siwon harus kuatttt
    Fighting part 2nya eonnnn♥♥

  8. Untuk pertama kalinya karakter yoona berbeda, jadi detektif
    dia dulunya gadis pendiam dan lemah tapi menjadi detektif saat dewasa
    apa karena tekadnya yang ingin mencari miyoung
    siwon dan miyoung dulunya sepasang kekasih yg begitu bahagia dan saling mencintai tapi terpisah dan yg membuat mereka terpisah adalah ibunya sendiri
    dan yoona tau sebuah rahasia yg membuat siwon dan miyoung harus berpisah,
    mungkin itu alasannya sehingga yoona sangat bertekad dan bersungguh sungguh ingin menyatukan siwon dan tiffany
    kenapa ibunya bisa jahat banget misahin siwon dan tiffany yg begitu saling mencintai
    sedih banget rasanya kalau miyoung sedang mengingat dan begitu merindukan siwon,dan siwon yg begitu merasa tersiksa karena rasa bersalahnya pada miyong.
    terharu banget tiap ada interaksi anata miyong dan juno, emang juno bocah kecil yg pintar dan menggemaskan terbukti dari tingkah dan ucapannya yg kaya dewasa
    kasihan banget juno, dia begitu merindukan sosok ayah bahkan selalu berdoa untuk ayahnya. sepertinya itu juga yg menjadi alasan kenapa jantung siwon bisa tiba tiba berdetak kencang, dan siwon menyangka dia punya penyakit jantung.
    miyong masih beruntung dikelilingi oang yang menyayanginya juno, appanya bahkan ny.cho juga menyayangi miyong dan menganggap miyong seperti anaknya sendiri
    dan kyuhyun juga sudah baik dan menyayangi juno seperti keponakannya sendiri, mengharukan banget
    yoona padahal udah deket banget tuh dengan miyong, malah dia udah ketemu juno di jalan tanpa sengaja karena hampir menabrak juno
    dia juga merasakan kalau juno memiliki tatapan mata siwon di mata juno
    suka banget nih ff’y
    aku dr dulu nunggu fiksi kaya gini, sepasang kekasih yg saling mencintai tapi harus berpisah
    keren banget ff’y biarpun masih d part 1, tp kebayang gimana kisah mereka dr dulu smpe sekarang, meskipun belum terungkap alasan mereka berpisah
    dan mereka sama sama terluka dengan hati yg masih tetap saling mencintai, namun juga kerinduan mereka yg sungguh menyiksa
    daebak pokoknya

  9. Wow……yoona jadi polisi dan yoona adiknya siwon.apa yg membuat siwon dan fany berpisah, dan mengganti namanya menjadi hwang miyoung
    Jadi wkt itu appnya fany memang tidak setuju kalo fany berhubungan dengan siwon,tapi kenapa?wkt itu siwon gak tahu kalo fany lagi hamil, kasian fanynya jadi single parent,
    Siwon yg selalu mendadak jantungnya sakit yg ternyata bukan penyakit jantung,melainkan ikatan batin seorang anak yg merindukan appanya, kasian junonya,yg selalu diam2 merindukan appa, mendoakan appanya.dan juga sampai sekarang fany tetap mencintai siwon seperti 5 tahun yg lalu.
    Juno sakit apa,sampai fany harus menyuntiknya, mudah2an bukan sakit yg parah.Amin.
    Aigoo….yoona tidak sengaja menabrak juno, untung juno tidak napa2.kyknya yoona menyadari tatapan mata juno,yg sama seperti siwon.
    Siwon ah….cepatlah meminta maaf sama fany, dan berbaikan kembali lagi dan hidup bersama lagi.daebak authornim.benar2 ff yg daebak banget.daripada penasaran akut tingkat tinggi, lebih baik saya lanjut baca partnya.sifany jjang.
    Authornim jjang.tetap semangat ya authornim.

  10. keren bgt nih crt,kisahny mnharukn.bgmn hrs pisah dgn org yg dicintai bhkn punya ank. mo
    miyoung hrs berjuang sndiri besarkn buah hatiny.mskin haru kala g ad yg dmpingi miyoung mlhirkn juno. ad ap dgn siwon, knp g cari miyoung?psti ad pihak ke3 yg pisahkn sifany.
    sjrg ad yoona yg ingin satukn kmbli kedua org yg disygi itu. smg cpt ktmu.
    lnjut krn bikin pnasaran bgs crtny..

Tinggalkan komentar